Jual Daster Batik

Jual Daster Batik

Film Hijab dan Potret Realitas Muslimah


Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan judul film ini  dibanding dengan film seangkatannya "Dibalik 98" yang meluncur pada waktu bersamaan. Selintas trailernya pun, saya melihatnya biasa saja. Gambaran saya adalah film yang bercerita tentang muslimah yang ingin eksis berbisnis hijab. Namun yang menggelitik, ketika membaca sutradaranya adalah Hanung Bramantyo. hmmm..tumbenan nih Mas Hanung bikin film  bergenre komedi.

Saya memang salah satu penggemar film yang dibuat suami Zaskia Adya Mecca ini. Film-filmnya seperti Perempuan Berkalung Sorban, Sang Pencerah, benar-benar membuka mata tentang realitas kaum muslim. Lantas, apa yang ingin disuguhkan Hanung dalam Hijab ? Apa jangan-jangan melulu menonjolkan bisnis busana muslimnya Zaskia ? Ahh..rasanya tidak secetek itu alur berfikir seorang Hanung. Pasti ada sesuatu yang ingin dia angkat. Dan, itu biasanya bikin gerah sejumlah orang :). 
 
Hehe benar saja, di timeline  sudah mulai berisik komentar bernada sinis dan antipati terhadap film yang konon dibiayai sendiri oleh keluarga Hanung dan istrinya. Namanya orang kita kebanyakan, kalau dilarang, jadi makin penasaran. Yang lucunya, komentar-komentar sinis yang saya baca, keluar dari mulut mereka yang belum menonton film ini. Kok bisa sudah langsung menjustifikasi film ini "haram" ditonton. Sampai-sampai Hanung dan istrinya divonis sebagai kaum pembenci Islam. Walah...sampai segitunya sihh.  Harus diakui memang, realitas orang kita  juara deh kalau disuruh menghakimi orang.



Bersama temanku, Mbak Jatu Mursito yang bukan kebetulan suaminya juga orang film - Mas Shabana Amin, berangkatlah  ke XX1 Plasa Cibubur (21/1). Pada waktu bersamaan di Bekasi Square dan Summarecon Mall Bekasi juga sedang ada nobar bersama Zaskia. Karena faktor lokasi, kami memilih yang terdekat dengan rumah.

Rupanya hari itu Film Hijab beberapa kali diputar. Kami memilih pukul 14:55. Pada jam sebelumnya, 12:45, film ini tampak ramai penonton. Bersileweran muslimah berhijab keluar dari studio 3. Giliran jam kami, terlihat sepi. Sepertinya tidak ada 20 orang. Ada beberapa yang membawa keluarga dan anak-anak. Kebanyakan memang berhijab.

Persahabatan, eksistensi muslimah, dan keluarga

 

Inilah nilai-nilai moral yang coba diangkat dalam Film Hijab. Bagi yang masih nyinyir terhadap film ini, cobalah tonton dan sejenak mengosongkan gelas dalam pikiran. Relaks..Cobalah sebentar saja melepas "baju takwa' yang diyakini, lihatlah realitas di sekeliling kita, apa yang sesungguhnya terjadi pada umat, khususnya muslimah.

Saya muslimah, saya mengalami dan saya cermati banyak muslimah yang galau ketika berumah tangga. Budaya patrilineal kita yang bertalian erat dengan dogma-dogma agama yang menyatakan wanita harus patuh pada suami apapun itu, harus mengurus rumah tangga total masih kental. Istri tidak boleh keluar rumah kalau tidak ditemani suami atau muhrimnya, tidak boleh bekerja untuk sekedar menambah uang belanja. Ini kenyataan yang banyak dialami sebagian muslimah. 
Tanpa sengaja mungkin, ada istri seorang pengurus Yayasan Islam curhat di tengah kejenuhannya di rumah. Ia mengeluh dengan perlakuan suaminya yang tidak memperbolehkan bekerja sejak menikah. Bahkan untuk keluar rumah pun kalau tidak ditemani suaminya tidak bisa. Dia merasa jenuh. Memang, di rumahnya ada aktivitas mengurus anak-anak kurang mampu belajar agama, tetapi ada sisi lain dimana dia merasa kosong.

Seorang teman dekat sedang penjajakan untuk hubungan lebih lanjut, belum apa-apa si pria langsung menyuruhnya keluar dari PNS untuk beralih total menjadi ibu rumah tangga. Diargumentasikan seperti apapun, si pria tetap bersikukuh, istri harus di rumah. Hmm..akhirnya teman saya harus berfikir ulang untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih jauh. Ini baru sedikit realitas yang saya temui. 
Nah, Hanung memotret realitas-realitas yang terjadi dengan begitu renyah. Ya..serenyah kita mengunyah popcorn sambil nonton.   Dia berhasil membuat kita tertawa, terutama menertawai polemik yang terjadi di sekitar kita. Atau boleh jadi menertawai diri kita sendiri. (Pernahkah kita menertawai diri sendiri? )

Film ini berkisah tentang perjalanan persahabatan 4 orang perempuan yaitu Zaskia Adya Mecca (Sari), Carissa Putri (Bia), Tika Bravani (Tata), Natasha Rizki(Anin)  yang berbeda karakter. Ketiganya sudah menikah, hanya  Anin masih menjomblo. Sebelum menikah, mereka adalah wanita mandiri. Tetapi begitu menikah, mereka praktis ikut suami, tidak beraktivitas selain melayani dan mengurus rumah tangga.



Arisan adalah media mereka berkumpul. Termasuk  Anin, meski belum menikah dengan Chaky-pacarnya, tidak pernah absen arisan. Mereka memasak bersama dan saling bercengkrama. Dalam pergaulan diantara mereka, tetap eksis karakter masing-masing, termasuk visi hidup dan pandangan yang diyakininya. Hanung sengaja mempertemukan friksi-friksi pandangan  mereka dengan santai dan mengalir.

Bibit konflik disuburkan ketika pengocokan arisan, Gamal (Mike Lucock), suami Sari kerap menyindir, "Semua arisan ibu-ibu, sebenarnya adalah arisan suami, karena duitnya dari suami." Celotehan Gamal membuat para istri  terusik dan berfikir bagaimana bisa menjadi istri berdaya secara finansial. Muncullah ide untuk berbisnis hijab online. Bukan suatu kebetulan Bia pintar mendesain pakaian. 

Ketiganya selain Anin memang sudah berhijab. Yang bikin senyum, Hanung menyuguhkan alasan berhijab yang tidak biasa hehhe. Tata mengaku terpaksa berhijab untuk menutupi kepalanya yang botak karena korban kerontokan rambut. Karena itu, ia merasa nyaman dengan gaya hijab turban. Bia karena 'terjebak" lantaran mengikuti suatu acara keislaman yang notabene seluruh pesertanya berhijab. Ada rasa malu dan risih jika dia tak mengenakan hijab pada saat acara tersebut. Setelah itu, ia tenar dijuluki si gadis hidayah dan kerap menjadi pembicara di berbagai acara keagamaan. Jadilah terjebak, ia tak bisa melepaskan hijabnya di muka umum. Dan, Sari, memang sudah berhijab. Setelah menikah dengan suami berketurunan Arab, dia diharuskan berhijab syar'i. Bahkan kalau perlu bercadar. Sedangkan Anin, digambarkan sebagai perempuan modis, berani berpakaian terbuka. Sebuah paradoks memang. 

Suami-suami mereka juga punya visi yang berbeda tentang rumah tangga. Gamal jelas, dia punya prinsip, kewajiban suami menafkahi istrinya sehingga istrinya tidak boleh bekerja. Suami Bia seorang artis sinetron dan suami Tata adalah seorang fotografer. Ada ego yang tinggi sebagai suami. Bahkan, suami Bia, merasa takut jika istri bekerja dan punya penghasilan lebih akan meninggalkannya. Pacar  Anin, seorang sutradara yang filmnya kerap didemo ormas Islam, berpandangan sebaliknya. Dia memberikan kebebasan kepada perempuan untuk mengembangkan potensinya dan mandiri. Dalam hubungan suami istri, menurut Anin dan pacarnya, sejatinya adalah partner yang saling mengisi.

Di sinilah konflik dimulai : mereka berbisnis secara sembunyi-sembunyi. Karena tidak ada keterbukaan, akhirnya menimbulkan banyak masalah. Di saat bisnis mereka sedang berkembang dan berhasil mendirikan butik yang diberi nama 'Meccanism'. justru pekerjaan suami Bia dan Tata berada di ujung tanduk. Kecurigaan, rasa cemburu, dan harga diri jatuh menghantui para suami.

Konflik dibuat klimaks ketika Sari memutuskan berhenti total dari bisnis itu. Suaminya menawarkan harga mati jika tidak berhenti dari bisnis, keutuhan rumah tangganya terancam. Anak Tata masuk rumah sakit karena kurang gizi, sedangkan Bia, suaminya jobless dan malu pulang ke rumah karena Bia memergokinya bermain peran sebagai pocong. Di saat itu pula hubungan Anin dan Chaky nyaris kandas karena perjodohan. Lantas bagaimana dengan butiknya ?

Di sesion inilah, Hanung membuat ending yang menurut saya manis dan win-win solution. Tidak pakai menghakimi apalagi menganggap pandangannya benar. Dia mengalirkan lagi kepada penonton untuk memilih prinsip dan keyakinan masing-masing, bahwa semuanya tergantung pada konsep rumah tangga yang dibangun.
Hanung hanya menekankan pada pentingnya keterbukaan dalam hubungan suami istri. Sari, tetap memilih ikut suami. Bia, Tata, dan Anin melanjutkan bisnis butik tersebut. Bahkan para suami sama-sama ikut berperan sesuai dengan bidangnya untuk memajukan Meccanism.

Meski Sari menjadi ibu rumah tangga, ia tetap diijinkan suaminya "membantu" secara sukarela untuk sekedar bersilaturahmi. Malah suaminya berniat  untuk membantu mengurusi masalah keuangan-perpajakan butik itu. Dan, si Anin berencana menikah dengan pacarnya. Ia juga sudah mengenakan hijab.

Akhir kata, saya menghormati juga pendapat orang-orang yang berbeda dengan saya. Sekali lagi banyak nilai dan hikmah yang bisa dipetik, jika pikiran kita mau terbuka. So, tontonlah dulu film hijab, baru berkomentar.




17 komentar:

  1. Jadi penasaran ma film dan komentar pedasnya..:)

    BalasHapus
  2. Kontrofersi itu pasti ada karena itu adalah salah satu bentuk promosi dari sebuah produk

    BalasHapus
  3. wah saya belukm nonton tapi kok ya penasaran haseehhh...nice mbak...

    BalasHapus
  4. wow artikel yang bagus mba, jarang" saya membaca postingan yang tulisannya banyak sampai habis :D

    BalasHapus
  5. Aku juga blom nonton, Mak. Makasih reviewnya ^^
    Btw setahuku Hanung emang ada nge-direct film komedi, aku malah taunya dia dari film-film komedinya kayak Catatan Akhir Sekolah, Jomblo, sama Get Married. Juga film horornya Lentera Merah yang superrrrr keren.
    Film Hijab udah masuk list ku sih, tinggal tunggu tanggal yang tepat aja ^^

    BalasHapus
  6. Kemarin sy mbaca memang banyk yg nulis kritik utk film ini, dan baru tulisan mak yg mengupas film ini dr sudut pandang yg berbeda. Iya betul itu mak, jika pikiran mau terbuka pasti bisa menemukan hikmah dan sisi positifnya. Makasih infonya ya mak

    BalasHapus
  7. Makin penasaran dg film Hijab yang banyak dinyinyirin, hihiii..

    BalasHapus
  8. Hahaha, baru aja kemarin baca yang versi "pedas" nya. Padahal katanya belum nonton, tapi ini aja yang udah nonton asyik banget nyeritainnya. Walaupun udah diceritain garis besar cerita, tapi tetep bikin penasaran nonton nih :) keren banget tulisannya teh.

    BalasHapus
  9. Aku sih sama kayak Mbak Kartina, kebanyakan yang nulis hujatan malah yg belum nonton. Film Barat aja ditonton dan masih bisa nyaring mana yg baik n gak, masak film yang kayak gini kita sebagai penonton gak bisa memilah-milah. Gak mungkin kan semua hal buruk di film main adopsi aja. Lagipula menurutku film Hijab ini banyak mengangkat realita sosial hijabers Indonesia, bukan dakwah biar kewajiban wanita berhijabnya. So, kita harus lihat juga sudut pandang pembuat filmnya sebelum mengkritisi pedas.

    BalasHapus
  10. bukan hanung namanya kalau bikin film bertema 'agama' gak dinyinyirin
    masih inget sama film ? yang bikin heboh :D

    BalasHapus
  11. penasaran ama filmya, pengen nonton juga mbak jadinya :)

    BalasHapus
  12. iya betul.. ini realita yg kita hadapi saat ini, tp wajar jg deh ada pro dan kontra dlm hal apapun, rating film nya malah makin meningkat krn byk yg penasaran, yg untung yaa.. si hanung dan zaskia itu deh xixixxi.. kita sbg penonton ya harus bs memilih mana yg baik dan yg tdk baik, sama halnya kita menggunakan internet hrs bs memilih mana yg byk manfaatnya mana yg gak.. hehe..

    BalasHapus
  13. wah jadi penasaran nih ,,saya liat trailernya dulu waktu nonton merry riana:D

    BalasHapus
  14. Pengen langsung nonton filmnya saya kak.

    BalasHapus
  15. Miris memang yang belum nonton sudah menghujat, bukankah lebih baik nonton terlebih dahulu, mencerna dan berkomentar. Saya dari kemarin mengajak teman2 malah menolak untuk nonton alasannya hanung berpaham JIL. Jahat kan? Yuk, jangan menjudge terlebih dahulu sebelum melihat langsung.

    BalasHapus
  16. Resensinya kereeeen mak. Aku salut sama keberanianmu mengkritik para nyinyirer heuheu... istilah yang maksa. Bahkan adik saya aja langsung ngecap film ini ga mutu (dia sendiri belum nonton). Pesan film ini meski dikemas ringan dan kocak,tetep dalam, ya. Kayak Gamal yang strike tapi tetep bisa menghargai pertemanan dengan Anin yang pakaiannya terbuka, galaunya Anin buat buru-buru enikah karena ribetnya melihat hubungan rumah tangga teman-temannya dan alasan kenapa para tokoh berhijab di fim itu. Suka atau tidak, emang enggak setiap orang punya alasan yang sama. Soal gaya hijab? Jujur, saya sebel pake banget kalau mencap yang ga syari ga salehah. Ehm, terus kenapa sesadis itu melabeli yang ga syari dengan padangan yang nyelekit, ya? Ah sudahlah :)

    BalasHapus
  17. Suka kata2 yg terakhir. Tonton dulu baru komentar. Orang dewasa pasti bisa dengan bijak mengambil hikmah dr sebuah tontonan ya mba :)

    BalasHapus

Terima kasih atas masukan dan komentarnya.