Mengembangkan Bakat Menulis Meili
Hari ini Meili begitu tergesa menghampiriku. Keringat membasah di keningnya. Wajah hitamnya jadi kelihatan mengkilat karena keringat. "Ma, tahu nggak Meili dapat juara berapa lomba ngarangnya ?" Aku yang masih tadarusan, langsung menghentikan bacaanku dan menoleh ke arahnya, sengaja tidak ingin menebak ;). Masih dalam hitungan detik, Meili sudah tidak sabar memberitahuku "kabar gembira"yang dinanti-nanti sejak seminggu lalu.
'Ma, aku dapat juara 1. Naila juara 2 !" Matanya tampak berbinar sambil menunjukkan hadiahnya padaku. Barra yang sedang asyik rebahan nonton TV langsung merebut hadiahnya..'Lihat Ka..!. Meili langsung mengepit hadiahnya ketika tangan mungil Barra merebutnya. "Ntar dulu difoto sama Mama !" Mereka sempat berebutan. Aku langsung memeluk Meili dan bilang "hebat". "Tuh De, kakak Meili juara !"
Kegiatan mengarang sebenarnya sudah dimulai Meili sejak awal kelas 4. Guru kelasnya pandai mendorong anak didiknya berprestasi. Ya, waktu itu, ramai pemberlakukan kurikulum 2013, dimana metode belajarnya dibuat kreatif, tidak monoton, dan pure mengembangkan potensi siswa. Meili sangat senang dengan metode belajar ini. Bu Lia, nama guru kelas Meili kerap menugaskan anak-anak mengarang. Awalnya Meili merasa ragu dengan kemampuannya.
Meili memang "kurang PD" terhadap sesuatu yang dia belum kuasai. Di kelas 3, aku sudah mengajak Meili untuk coba menulis dan mencoba membuatkan blog buatnya. Kami buat blog bareng. Dia yang pilih template dan fotonya (http://dunia-meilia.blogspot.com). Dia mulai suka. Hmm...harus sabar ya mengajak anak agar menyukai kebiasaan baru.
Mengapa aku minta menekuni menulis ? pertama, karena aku melihat dia punya potensi menulis. Nilai pelajaran mengarangnya cukup bagus. Dia bisa mengembangkan imajinasinya. Kedua, aku rada prihatin dengan perubahannya yang mulai tidak menyukai kegiatan menggambar dan mewarnai. Padahal dia sangat berbakat. Sejak usia 5 tahun, dia sudah aktif mengikuti berbagai lomba mewarnai. Alhamdulillah, meski tidak selalu juara, tetapi bisa mengumpulkan sebanyak 33 piala lomba sampai kelas 2 SD. Dia merasa termotivasi dengan guru mewarnainya yang masih siswa SD itu berprestasi. Aku sempat menge-leskan mewarnai.
Hasrat berprestasi Meili cukup tinggi. Tapi juga mood-nya turun naik dan suka nggak PD-an ketika "lawannya" punya kemampuan lebih. Langsung ngeper dan mendadak menjadi tidak bagus mewarnainya. Hmm kalau sudah begini, mulutku ga berhenti memotivasi.
"Mama nggak pa pa kok kalau Meili nggak juara. Yang penting mewarnai kamu rapih, tidak keluar garis dan selesai semua. Kalau bagus, nanti mama kasih hadiah." Meski sudah dimotivasi, tetap tidak mempan. Matanya melirik-lirik temannya ;). Kepercayaan dirinya menjadi hilang. Aku suka menjauhkan posisi duduk dengan rekannya yang pandai, biar lebih fokus.
Dan, begitu namanya tidak dipanggil sebagai juara, dia sangat sedih. Hingga akhirnya, perlahan-lahan mundurlah dari kegiatan kompetisi mewarnai. Paling sesekali ikut di lingkungan rumah.
"Mama nggak pa pa kok kalau Meili nggak juara. Yang penting mewarnai kamu rapih, tidak keluar garis dan selesai semua. Kalau bagus, nanti mama kasih hadiah." Meski sudah dimotivasi, tetap tidak mempan. Matanya melirik-lirik temannya ;). Kepercayaan dirinya menjadi hilang. Aku suka menjauhkan posisi duduk dengan rekannya yang pandai, biar lebih fokus.
Dan, begitu namanya tidak dipanggil sebagai juara, dia sangat sedih. Hingga akhirnya, perlahan-lahan mundurlah dari kegiatan kompetisi mewarnai. Paling sesekali ikut di lingkungan rumah.
Jam sekolahnya juga sudah melelahkan. Tiap hari, Meili yang kala itu kelas 3, pulang sekitar jam 15:00. Belum lagi mengaji setelahnya. Letih, makanya aku tidak begitu memaksakan dia untuk beraktivitas lebih. Aku pun tidak memaksakan dia ekstra belajar lagi di malam hari. Kecuali jika ada PR. Les mewarnainya sudah lama dihentikan atas permintaannya sendiri.
Sejak tak ada aktivitas lomba, aku melihat ada penurunan pada diri Meili. Dia menjadi tak begitu ambisi untuk berprestasi. Datar sekali. Dia selalu merujuk pada teman mainnya, yang memang tanpa aktivitas kecuali sekolah. Di situlah, aku mulai aktif memotivasi dengan berbagai cara. Ada rewards, jika dia berhasil melakukan sesuatu. Aku putar otakku bagaimana membuat dia antusias untuk berprestasi. Waktu itu, aku baru risain. Sedih juga. Setelah risain kok malah anak menjadi rendah motivasi.
Teman memang kuat membawa pengaruh. Teman-teman lingkungan rumahnya, tidak dichallenge orang tuanya untuk melakukan aktivitas di luar sekolah. Meili sekolah di swasta dengan jam belajar lebih panjang dibandingkan dengan SD negeri yang hanya 3 jam di sekolah. Kalau dihitung efektifitasnya, paling cuma 2 jam belajar. Nah, Meili kerap membandingkan perlakuan orang tua teman-teman mainnya.
Maka itu aku pilih aktivitas ngeblog. Alhamdulillah dia suka. Cuma masalahnya, hehe teknis. Kami hanya punya laptop satu. Itu pun aku pakai untuk kerjaan menulisku untuk klien. Insya Allah, bisa beli laptop lagi buat Meili.
Dia aku dorong mengarang dengan menulis di buku. Buku harian, salah satu medianya. Kalau dia sedang berada di sekolah, suka aku baca. Meili banyak bercerita tentang teman-temannya. Dia kesal sama siapa, suka dengan siapa. Dan, dia pun bisa memeringkat teman-temannya, mana teman yang baik hati, teman yang suka mengecewakan, teman yang suka mencontek, dan pastinya ada temen cowok yang dia suka. Wahh anakku sudah mulai menyukai lawan jenis. Aku suka pancing, dia tersipu malu.
Memasuki kelas 4, gairah menulisnya timbul lagi. Aku juga rangsang kreativitasnya dalam menentukan topik cerita. Hampir seminggu sekali, kami jalan-jalan untuk mengembangkan imajinasinya. Alhasil, setiap ada pelajaran mengarang, dia runut menceritakan pengalamannya. Dan, rata-rata cerita yang diangkat Meili seputar jalan-jalan ;). Alhamdulillah, efektif juga mengembangkan imajinasi dengan mengajak anak jalan-jalan. Mengapa jalan-jalan ? itu karena Meili suka jalan-jalan.
Ketika kompetisi mengarang di kelasnya, Meili seakan punya amunisi lebih bercerita tentang pengalamannya mudik sekaligus berwisata ke Yogya dan Candi Borobudur. Aku tidak begitu membatasi imajinasi karangannya. Aku hanya mengoreksi tata bahasa huruf besar dan kecil, titik, koma, dan tanda baca lainnya serta alur cerita yang memokus. Aduhh..jadi malu hehe mamanya nggak begitu ahli menulis ;).
Dengan prestasi ini, Meili jadi semangat bikin cerita di Majalah Bobo. Siap-siap naikin moodnya lagi nih kalo turun ;)
seneng ya anak menemukan bakatnya
BalasHapus