Ma, Meili Mau Jualan Dooong..
Jualan ? aku langsung kaget mendengar permintaan Meili pagi
itu. "Jualan apa Mel ?" tanyaku sambil menyisiri rambutnya. Jualan
pensil, pulpen, rautan, alat-alat sekolah aja Ma," jawab Meili seraya
merapikan kerudungnya usai aku sisiri rambut hitam panjangnya itu.
"Memangnya uang jajan sekolah kamu kurang ya ? " tanyaku. Meili
tersenyum, dan salah tingkah. Hehehhe...Nggak juga. Tapi Meili ingin membantu
Mama, supaya Mama ga kerja di kantor lagi !" Deg..jantungku seakan
berhenti. Tak disangka, Meilia yang waktu itu kelas 2 SD sudah berani bersikap
agar aku tidak lagi kerja di kantor.
Begitu saudara silaturahmi ke rumah, Meilia tidak mau kelihatan kesempatan. Jualan. |
Tetapi suasananya liburan jadi kurang mendukung untuk belajar
maksimal. Aku juga letih, Meili pun kurang konsentrasi karena ingin lepas juga
dari rutinitas urusan sekolah. Hmm, tak heran jika prestasi Meili di kelas 1 dan 2
berada di posisi 12-13. Bahkan pernah 15 dari 27 murid di kelasnya. Padahal
Meilia tergolong anak yang pintar, dan punya daya ingat bagus. Kreativitasnya
juga lumayan. Dia pandai mewarnai. Sudah lebih dari 30 piala bertengger di
rumah. Tetapi lagi-lagi, egoisku yang
ingin tetap berpetualang dalam membantu perekonomian keluarga, masih
mendominasi.
Pikirku waktu itu, yang penting quality time. Dan, aku masih merasa punya waktu lebih untuk mengajarinya mewarnai dan mengantarkannya ikut kompetisi mewarnai, liburan dan mengajaknya melakukan akivitas yang menyenangkan. Pikirku lagi, yang penting, pendidikan itu adalah memiliki akhlak yang baik dan mengusai kemampuan dasar berhitung, berbahasa, dan agama. Aku pun melihat nilai-nilai Meilia tidak begitu jelek, rata-rata 7. Dasar, aku terlalu mencari banyak pembenaran, dengan berkarir di luar rumah, pendidikan anak tetap terawasi.
Pikirku waktu itu, yang penting quality time. Dan, aku masih merasa punya waktu lebih untuk mengajarinya mewarnai dan mengantarkannya ikut kompetisi mewarnai, liburan dan mengajaknya melakukan akivitas yang menyenangkan. Pikirku lagi, yang penting, pendidikan itu adalah memiliki akhlak yang baik dan mengusai kemampuan dasar berhitung, berbahasa, dan agama. Aku pun melihat nilai-nilai Meilia tidak begitu jelek, rata-rata 7. Dasar, aku terlalu mencari banyak pembenaran, dengan berkarir di luar rumah, pendidikan anak tetap terawasi.
Meili merayakan "keuntungannya" berjualan. |
Menginjak kelas 2 awal, keinginan berjualannya tambah kuat.
Dengan alasan, ingin membantu Mama bekerja. Hhmm bikin terharu dan mengusik
pikiranku terus. Hampir tiap hari dia menagihku untuk membelikan alat-alat
sekolah buat jualan. Tetapi kali ini, katanya uangnya mau buat tambahan
tabungan di sekolah. Akhirnya dengan membuat kesepakatan, boleh berjualan
asalkan tidak mengganggu pelajaran di sekolah dan naik peringkatnya setidaknya
menjadi 10 besar, Meili pun menyanggupi.
Beberapa hari kemudian, setelah deadline tugasku kelar di kantor, aku langsung ke
Asemka, memborong sejumlah alat tulis berupa pensil, pulpen, rautan, penggaris,
gantungan kunci, cincin mainan dan sebagainya. Lucu-lucu juga modelnya dan
murah lagi karena buatan Cina. Barang-barang yang dijual di Asemka memang untuk
dijual lagi. Pembelinya datang dari berbagai daerah di Indonesia. Uniknya lagi,
belanja di Asemka, kayaknya harus ngeborong. Kalau tidak, bulan depan, bisa
dipastikan barang incaran kita sulit ditemukan. Karena terus berganti
model.
Usai belajar, Meili memilah-milah bros rajutan yang akan dijualnya esok hari. |
Pagi-pagi dengan penuh semangat, anak pertamaku ini menenteng
bungkusan plastik hitam, sementara pundaknya menahan beban tas gendong dan
tempat minum. “Meli, jualannya pas istirahat aja ya. Biar ga ganggu pelajaran
dan bu guru tidak marah.” Pesanku. Ia menggangguk sambil mencium tanganku
pamitan berangkat sekolah.
Di kantor, aku jadi kepikiran jualan Meili. Ini kali pertama,
anakku membawa barang dagangan ke sekolah. Ingin segera pulang ke rumah. Hari
itu, aku memutuskan pulang cepat. Jam 5 sudah keluar kantor. Sampai rumah sekitar jam 8
malam. Meili belum tidur dan masih asyik nonton TV bersama adik dan Mbah-nya. Begitu
mendengar salamku di pintu pagar. Meili langsung setengah berlari kecil
menghampiri dan membuka pintu pagar.
Dengan penuh kesabaran, Meili melayani teman-temannya |
Belajar
dari hari pertama jualan, aku mengingatkan Meili agar
sekali lagi tidak menjual saat jam pelajaran. Juga, memperhatikan
“keamanan”
barang dagangan, dan mencatat teman-teman yang belum membayar tetapi
sudah
mengambil barang. Hari kedua, ketiga, dia masih asyik dengan
dagangannyaa. Aku
monitor, ada kemajuan juga per harinya. Uang hasil dagangan dimasukkan
ke
dompetnya. Aku tidak mengambil modalku. Hehehe meski modal dan untungnya
juga disamaratakan sama Meili. Karena katanya, temannya ada yang nawar,
dan dia tidak tega. Penghasilan jualan Meili secepatnya di tabung di
tabungan sekolah. Aku sisihkan sedikit untuk tambahan uang jajananya.
“Mah kalau
tabungannya dah banyak, Meili mau beli jam tangan hello kitty dan tempat
pensil
hello kitty lagi,” pintanya.
Meilia sibuk mencatat pembelian bros teman-temannya |
Kini Meili sudah kelas 3. Aku pun sejak awal Januari 2013
memutuskan risain dan bekerja di rumah. Meili senang sekali. Apalagi aku
menantangnya supaya berprestasi lebih baik lagi dari sebelum aku berhenti
bekerja. Dengan sejumlah tantangan dan hadiah, Meili sangat bersemangat.
Alhamdulillah raport bayangannya di semester pertama, bagus. Meili berhasil meraih
peringkat tiga. Dan, sepertinya raport yang akan dibagikan pada tanggal 21
Desember ini, terjadi peningkatan prestasi. Karena aku lihat nilai-nilai
ulangan harian dan mid semesternya bagus. Tetapi tetap, minat
jualan Meili
tidak hilang. Bahkan dia semakin mantab. Beberapa kali, dia ikut aku
jualan. Hheehhe jadi ceritanya mamanya mau berbisnis jualan rajutan
secara online. Melihat rajutan berupa bross kecil yang cantik, Meili
tertarik mau ikutan nawarin ke teman-temannya. Alhamdulillah, laku juga.
Pernah suatu ketika aku bertanya kepadanya. "Meili, kamu ga malu jualan
di sekolah ?" Ehh dia malah balas menjawab, “Nabi Muhammad aja
pedagang
Ma. Kenapa harus malu !” ujarnyanya. Ya, guru agama Meili di sekolah
memang selalu bercerita tentang
cara berdagang Rosulullah yang secara tidak langsung mengajarkan anak berbisnis sejak dini.
Meilia kalau melintasi jalan ini selalu berteriak, 'Itu rumah sakit Meili". Foto : Indoplace |
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas masukan dan komentarnya.