Jual Daster Batik

Jual Daster Batik

Ma, Meili Mau Jualan Dooong..



Jualan ? aku langsung kaget mendengar permintaan Meili pagi itu. "Jualan apa Mel ?" tanyaku sambil menyisiri rambutnya. Jualan pensil, pulpen, rautan, alat-alat sekolah aja Ma," jawab Meili seraya merapikan kerudungnya usai aku sisiri rambut hitam panjangnya itu. "Memangnya uang jajan sekolah kamu kurang ya ? " tanyaku. Meili tersenyum, dan salah tingkah. Hehehhe...Nggak juga. Tapi Meili ingin membantu Mama, supaya Mama ga kerja di kantor lagi !" Deg..jantungku seakan berhenti. Tak disangka, Meilia yang waktu itu kelas 2 SD sudah berani bersikap agar aku tidak lagi kerja di kantor. 

Begitu saudara silaturahmi ke rumah, Meilia tidak mau kelihatan kesempatan. Jualan.
Memang pekerjaan jurnalis selama lebih dari lima tahun aku jalani, benar-benar menguras waktuku. Berangkat ke kantor sekitar pukul 09:00. Itu kalau tidak ada jadwal wawancara pagi. Kalau ada jadwal, wahh bisa nyubuh dari rumah, yang jauhnya bikin tua di jalan (2-3 jam perjalanan). Pulangnya pun larut malam. Meili dan adiknya dibawah penguasaan ibuku. Aku nyaris tak ada waktu untuk menemaninya mengerjakan PR atau belajar di rumah. Paling waktu libur atau weekend aku sempatkan periksa-periksa lagi pelajarannya. 

Tetapi suasananya liburan jadi kurang mendukung untuk belajar maksimal. Aku juga letih, Meili pun kurang konsentrasi karena ingin lepas juga dari rutinitas urusan sekolah. Hmm, tak heran jika prestasi Meili di kelas 1 dan 2 berada di posisi 12-13. Bahkan pernah 15 dari 27 murid di kelasnya. Padahal Meilia tergolong anak yang pintar, dan punya daya ingat bagus. Kreativitasnya juga lumayan. Dia pandai mewarnai. Sudah lebih dari 30 piala bertengger di rumah.  Tetapi lagi-lagi, egoisku yang ingin tetap berpetualang dalam membantu perekonomian keluarga, masih mendominasi.

 Pikirku waktu itu, yang penting quality time. Dan, aku masih merasa punya waktu lebih untuk mengajarinya mewarnai dan mengantarkannya ikut kompetisi mewarnai, liburan dan mengajaknya melakukan akivitas yang menyenangkan. Pikirku lagi, yang penting, pendidikan itu adalah memiliki akhlak yang baik dan mengusai kemampuan dasar berhitung, berbahasa, dan agama. Aku pun melihat nilai-nilai Meilia tidak begitu jelek, rata-rata 7. Dasar, aku terlalu mencari banyak pembenaran, dengan berkarir di luar rumah, pendidikan anak tetap terawasi. 

Meili merayakan "keuntungannya" berjualan.
Namun rupanya, keinginan Meilia untuk berjualan tak surut. Dia terus menagihku untuk membelikan barang-barang jualannya yang berupa alat-alat tulis itu. Aku memang pernah cerita ke dia, kalau di dekat kantorku ada pasar grosir alat sekolah dan mainan anak-anak yaitu Pasar Asemka. Beberapa kali aku pun membelikan alat tulis lucu  untuknya. Dia suka sekali. Pernah memang ketika pertama kali aku belikan beberapa pensil  di kelas 1 dulu, dia memberikan beberapa pensil hello kitty-nya itu ke teman-teman dekatnya di kelas. Teman-temannya pun suka dan menanyakan beli di mana.Ehhh tak di sangka, Meili meresponnya dengan  ingin jualan pensil dan alat sekolah  di sekolahnya. Tapi tidak aku gubris, khawatir mengganggu konsentrasi pelajarannya. Lagipula, ia masih kelas 1. Aku ingin Meilia lebih leluasa bermain. Aktivitas jualan memang sepertinya disukai Meilia. Dia suka bermain jualan-jualalan dengan teman-temannya. Aku suka memperhatikan jika kebetulan libur di rumah. 

Menginjak kelas 2 awal, keinginan berjualannya tambah kuat. Dengan alasan, ingin membantu Mama bekerja. Hhmm bikin terharu dan mengusik pikiranku terus. Hampir tiap hari dia menagihku untuk membelikan alat-alat sekolah buat jualan. Tetapi kali ini, katanya uangnya mau buat tambahan tabungan di sekolah. Akhirnya dengan membuat kesepakatan, boleh berjualan asalkan tidak mengganggu pelajaran di sekolah dan naik peringkatnya setidaknya menjadi 10 besar, Meili pun menyanggupi. 

Beberapa hari kemudian, setelah deadline tugasku kelar di kantor, aku langsung ke Asemka, memborong sejumlah alat tulis berupa pensil, pulpen, rautan, penggaris, gantungan kunci, cincin mainan dan sebagainya. Lucu-lucu juga modelnya dan murah lagi karena buatan Cina. Barang-barang yang dijual di Asemka memang untuk dijual lagi. Pembelinya datang dari berbagai daerah di Indonesia. Uniknya lagi, belanja di Asemka, kayaknya harus ngeborong. Kalau tidak, bulan depan, bisa dipastikan barang incaran kita sulit ditemukan. Karena terus berganti model.

Usai belajar, Meili memilah-milah bros rajutan yang akan dijualnya esok hari.
Begitu pulang, Meilia langsung ceria menyambutku. Matanya berbinar melihat tas plastik besar yang aku bawa. Rupanya, dia sengaja menahan kantuknya sampai jam 11 malam, demi menunggu aku. Kasian..(aku terisak dalam hati). Setelah aku jelaskan sebentar tentang harga-harganya dan keuntungannya, cara berjualan dan membuat catatan setiap transaksi,  dia langsung membereskan barang dagangan yang dibawanya besok. Tidak banyak. 

Pagi-pagi dengan penuh semangat, anak pertamaku ini menenteng bungkusan plastik hitam, sementara pundaknya menahan beban tas gendong dan tempat minum. “Meli, jualannya pas istirahat aja ya. Biar ga ganggu pelajaran dan bu guru tidak marah.” Pesanku. Ia menggangguk sambil mencium tanganku pamitan berangkat sekolah. 

Di kantor, aku jadi kepikiran jualan Meili. Ini kali pertama, anakku membawa barang dagangan ke sekolah. Ingin segera pulang ke rumah. Hari itu, aku memutuskan pulang cepat. Jam 5 sudah keluar kantor. Sampai rumah sekitar jam 8 malam. Meili belum tidur dan masih asyik nonton TV bersama adik dan Mbah-nya. Begitu mendengar salamku di pintu pagar. Meili langsung setengah berlari kecil menghampiri dan membuka pintu pagar. 

Dengan penuh kesabaran, Meili melayani teman-temannya
Benar saja, secepat kilat, aku langsung disambut dengan serentetan cerita jualannya. Ternyata, dia laku besar hari itu. Hhehehe..tetapi untuk uang dan jumlah barang yang “habis” tidak sesuai. Aku tersenyum mendengar ceritanya yang antusias menawarkan barang dagangannya ke teman-temannya. ‘Ma, meili pertama kali Meili nawarin Wanda pensil hello kitty. Eh dia suka mah. Terus bilang ke teman-teman. Jadinya deh Meili dikerubungin. Malah yang anak cowok pada pesen gantungan kunci bola,”  ceritanya yang menggelar dagangan saat pelajaran, tetapi guru sedang di luar kelas. 

Belajar dari hari pertama jualan, aku mengingatkan Meili agar sekali lagi tidak menjual saat jam pelajaran. Juga, memperhatikan “keamanan” barang dagangan, dan mencatat teman-teman yang belum membayar tetapi sudah mengambil barang. Hari kedua, ketiga, dia masih asyik dengan dagangannyaa. Aku monitor, ada kemajuan juga per harinya. Uang hasil dagangan dimasukkan ke dompetnya. Aku tidak mengambil modalku. Hehehe meski modal dan untungnya juga disamaratakan sama Meili. Karena katanya, temannya ada yang nawar, dan dia tidak tega. Penghasilan jualan Meili secepatnya di tabung di tabungan sekolah.  Aku sisihkan sedikit untuk tambahan uang jajananya. “Mah kalau tabungannya dah banyak, Meili mau beli jam tangan hello kitty dan tempat pensil hello kitty lagi,” pintanya. 

Meilia sibuk mencatat pembelian bros teman-temannya
Rupanya, Meili pun tidak hanya berjualan di sekolah, teman-teman bermainnya di rumah pun tak lepas dari tawarannya. Bahkan saudara yang sedang silaturahmi ke rumah pun ditawari dagangan. Hehehe..Meili, semangat betul jualan. Sampai akhirnya, dia berhenti sendiri karena orderan mulai berkurang. Dan, di akhir kenaikan kelas, Meili membuktikan janjinya. Jika di semester pertama, dia rangking 13. Semester kedua yang merupakan semester kenaikan kelas, Meili bisa mendapatkan peringkat ke-9. Lumayan, masih 10 besar. 

Kini Meili sudah kelas 3. Aku pun sejak awal Januari 2013 memutuskan risain dan bekerja di rumah. Meili senang sekali. Apalagi aku menantangnya supaya berprestasi lebih baik lagi dari sebelum aku berhenti bekerja. Dengan sejumlah tantangan dan hadiah, Meili sangat bersemangat. Alhamdulillah raport bayangannya di semester pertama, bagus. Meili berhasil meraih peringkat tiga. Dan, sepertinya raport yang akan dibagikan pada tanggal 21 Desember ini, terjadi peningkatan prestasi. Karena aku lihat nilai-nilai ulangan harian dan mid semesternya bagus. Tetapi tetap, minat jualan Meili tidak hilang. Bahkan dia semakin mantab. Beberapa kali, dia ikut aku jualan. Hheehhe jadi ceritanya mamanya mau berbisnis jualan rajutan secara online. Melihat rajutan berupa bross kecil yang cantik, Meili tertarik mau ikutan nawarin ke teman-temannya. Alhamdulillah, laku juga. Pernah suatu ketika aku bertanya kepadanya. "Meili, kamu ga malu jualan di sekolah ?" Ehh dia malah balas menjawab,  “Nabi Muhammad aja pedagang Ma. Kenapa harus malu !” ujarnyanya. Ya, guru agama Meili di sekolah memang selalu bercerita tentang cara berdagang Rosulullah yang secara tidak langsung mengajarkan anak berbisnis sejak dini.

Meilia kalau melintasi jalan ini selalu berteriak, 'Itu rumah sakit Meili". Foto : Indoplace
Sekarang kalau ditanya cita-cita, Meili lantang menjawab, mau jadi pengusaha rumah sakit. Katanya, kasihan sama orang-orang miskin yang sakit, tidak mampu berobat. 'Kanapa ya Ma ga  digratisin aja," ujar Meilia. Meili-meili  sampai juga pikiran kamu ke sana. Setiap kali lewat depan Rumah Sakit Meilia di Cibubur, Meilia selalu menoleh dan berteriak, Itu rumah sakit Meili !. Semoga terkabul cita-citamu Nak..Untung Mama belum terlambat untuk bisa mendampingimu selalu. Terima kasih Tuhan atas anugerah-Mu dikaruniai anak yang pintar dan dewasa pemikirannya. Ini menjadi motivasiku untuk membuktikan ke Meilia, dengan berwirasaha, kita bisa menjadi lebih baik, dan lebih bisa membantu orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas masukan dan komentarnya.