Kejutan Meili Buat Mama
Hari Sabtu, 21 Desember 2013,
merupakan hari yang ditunggu-tunggu Meili, anak pertamaku. Sejak minggu lalu,
dia selalu bilang "ga sabar" mau hari Sabtu aja. Karena penasaran mau lihat
hasil raport semester pertamanya. Sejak aku risain awal Januari 2013,
pengambilan raport merupakan momen yang selalu dinanti Meili. Dia sangat
optimis raportnya bagus.
Memang, sejak aku
"bekerja di rumah", semangat belajar Meili sangat tinggi. Tiap usai
salat Maghrib, tanpa disuruh, dia sudah membuka buku-buku pelajaran sekolahnya.
Tetapi, kalau kebetulan aku ada meeting di Jakarta, dan pulang larut malam
(sekitar pukul 22:00 sampai rumah), menurut ibuku yang menjaga anak-anakku,
Meili tidak belajar. Sekalipun belajar, kata ibuku, hanya formalitas saja
membolak-balik halaman buku. Hmmm dasar Meili..Kehadiranku di sisinya, jadi
alasan kuat dia mau belajar sungguh-sungguh.
Jarak rumah di Cileungsi ke kantor klien di Jakarta yang menelan waktu kurang lebih 3 jam perjalanan, memang rasanya tidak mungkin bisa sampai di rumah jam 7 malam. Kalau sudah di Jakarta, biasanya aku suka mampir ke toko buku atau ke sejumlah tempat usai urusanku dengan klien selesai.
Jarak rumah di Cileungsi ke kantor klien di Jakarta yang menelan waktu kurang lebih 3 jam perjalanan, memang rasanya tidak mungkin bisa sampai di rumah jam 7 malam. Kalau sudah di Jakarta, biasanya aku suka mampir ke toko buku atau ke sejumlah tempat usai urusanku dengan klien selesai.
Gaya belajar Meili
Meili pun termasuk anak yang tidak suka membaca. Dia lebih suka mendengar dan melihat. Jadi kalau aku kasih soal, disuruh cari jawabannya, kerap tidak teliti, dan dia pun kurang sabar. Malah ganti bertanya kepadaku seputar soal-soal itu. Hmm, aku biasanya suka gertak Meili, supaya kerjakan dulu baru tanya. Memang harus extra sabar menghadapi anak yang belajarnya tidak bisa mandiri. Pelajaran benar-benar bisa nangkring di otaknya, jika aku jelaskan panjang lebar tentang isi mata pelajarannya . Wuihhh...sambil tarik nafas deh ngajarinnya. Butuh energi full untuk menjelaskan materi sesuai dengan kaca matanya.
Meili pun termasuk anak yang tidak suka membaca. Dia lebih suka mendengar dan melihat. Jadi kalau aku kasih soal, disuruh cari jawabannya, kerap tidak teliti, dan dia pun kurang sabar. Malah ganti bertanya kepadaku seputar soal-soal itu. Hmm, aku biasanya suka gertak Meili, supaya kerjakan dulu baru tanya. Memang harus extra sabar menghadapi anak yang belajarnya tidak bisa mandiri. Pelajaran benar-benar bisa nangkring di otaknya, jika aku jelaskan panjang lebar tentang isi mata pelajarannya . Wuihhh...sambil tarik nafas deh ngajarinnya. Butuh energi full untuk menjelaskan materi sesuai dengan kaca matanya.
Jadi metodenya, aku memberikan
soal-soal dari topik mata pelajaran esok harinya. Soal-soal itu biasanya aku
diktekan. Jawabannya semuanya ada di buku paketnya. Atau jika Lembar Kerja Siswanya (LKS) belum diisi, aku minta dia
mengerjakan soal-soal tersebut. Kurang lebih setengah jam dia menjawab soal.
Sambil menunggu dia menjawab soal, aku biasanya mengerjakan pekerjaanku ( menulis untuk klien), atau mengajarkan Barra belajar. Tergantung load kerjaku juga. Kalau pas sibuk dengan pekerjaan klien, aku menulis sambil menunggu Meili mengerjakan soal. Tapi seringnya aku concern dengan pelajaran Meili. Karena lumayan complicated pelajaran anak SD sekarang. Pembahasaan topik-topiknya pun tidak jarang sulit ditangkap anak-anak. Bisa dipahami jika model kayak Meili tidak begitu mudah memahami mata pelajaran jika tidak disertai penjelasan yang gamblang. Alih-alih rupanya, penjelasan guru di sekolah juga tidak bisa memuaskan penangkapan Meili.
Sambil menunggu dia menjawab soal, aku biasanya mengerjakan pekerjaanku ( menulis untuk klien), atau mengajarkan Barra belajar. Tergantung load kerjaku juga. Kalau pas sibuk dengan pekerjaan klien, aku menulis sambil menunggu Meili mengerjakan soal. Tapi seringnya aku concern dengan pelajaran Meili. Karena lumayan complicated pelajaran anak SD sekarang. Pembahasaan topik-topiknya pun tidak jarang sulit ditangkap anak-anak. Bisa dipahami jika model kayak Meili tidak begitu mudah memahami mata pelajaran jika tidak disertai penjelasan yang gamblang. Alih-alih rupanya, penjelasan guru di sekolah juga tidak bisa memuaskan penangkapan Meili.
Suasana pengambilan raport Meili semester 1 kelas 3 |
Anak-anak seperti Meili juga
butuh contoh-contoh kongkrit. Seperti menjelaskan tentang proses hujan, proses
fotosintesis, lingkungan, sifat benda dan sebagainya. Bahkan, untuk pelajaran
agama, anak-anak butuh bukti tetang ketuhanan, ke-Esaan Allah, dan cerita para
nabi. Dengan browsing di internet, kita bisa mengajak anak melalanlang buana,
melihat makam Rosulullah, makam Nabi Ibrahim, Mayat Firaun, Perahu Nabi Nuh,
dan dibalik kebesaran Candi Borobudur yang ternyata merupakan jejak Nabi
Zulkifli dan Sulaiman. Alhamdulillah, Meili tambah paham dan meyakini tentang
ke-Islamannya. Apalagi begitu dia tahu bahwa nilai agama sangat menentukan
peringkat, dia jadi makin rajin meningkatkan pengetahuan agamanya.
Alhamdulillah nilai agamanya dalam dua kali di raport selalu di atas 8 alias 9.
Sebelumnya, selalu 7. Malah, beberapa ulangan nilainya 60.
Salah
satu yang menjadi PR ku dalam mengajar Meili adalah matematika. Meili
memang rada lemah di matematika. Penjelasanku biar aku puter-puter tetap
belum bisa membuatnya paham. Dan, dia juga kerap lupa. Hmm, kalau sudah
begitu, biasanya emosiku main nih. Hehehe rada emosi dan tekanan bicara
yang tinggi. Melihat emosiku mulai menaik, Meili untungnya tetap
stabil. Dia diam aja dan tekun mengerjakan soal-soal yang aku berikan.
Kalau memang aku sedang tidak stabil dan tidak sabar menghadapi
"kebuntuan" Meili mengerjakan soal matematika, aku menyuruhnya berhenti
belajar. Besoknya aku mengulangnya kembali. Jujur, aku belum bisa
mengendalikan emosiku saat mengajari matematika :(.
Tibalah hari Sabtu itu..
Sabtu
pagi, aku sudah bersiap-siap ke sekolah Meili. Meski dijadwalkan pukul
07:30 di sekolah karena ada acara ceramah sebelum pengambilan raport,
aku tetap tak bisa berangkat. Pukul 09:00 baru aku sampai sekolah Meili.
Rupanya, jadwal ceramah ngaret sehingga aku masih bisa mendengarkan isi
ceramah meskipun tidak jelas juga. Suasana begitu ramai dan kapasitas
mesjid yang terbatas, membuat suara Pak Ustad tidak bisa terdengar
jelas. Ibu-ibu pun lebih banyak duduk-duduk di luar, berdiri di
tangga masjid, dan bertebaran di hamparan halaman. Aku yang mengajak
Barra mengambil posisi duduk di halaman masjid.
Kurang
lebih setengah jam, ceramah selesai. Bu Inti, guru Meili yang baru
(menggantikan Pak Bagus) pun tanpa berpanjang-lebar segera membagikan
raport. Di whiteboard, Alhamdulillah nama Meili terpampang berada di
urutan nomor 3. Bangganya..Akhirnya berhasil juga anakku menduduki
posisi lima besar di kelas, setelah sebelumnya berada di atas 10.
Benar-benar kejutan nih, di hari Ibu, Meili memberikan aku kebanggaan.
Catatan Bu Inti ke Meili adalah, " Tidak buru-buru dalam mengerjakan
soal ujian",karena Meili termasuk yang paling selesai duluan kalau
ujian. Selain itu, Bu Inti juga berpesan agar matematikanya menjadi
perhatian. Di raport memang nilainya tidak jelek, 71, tapi merupakan
nilai terendah diantara mata pelajaran lainnya.
Usai pengambilan raport, mulai hunting hadiah ke toko buku. Gembiranya anak-anakku saat memilih belanjaannya.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas masukan dan komentarnya.