Jual Daster Batik

Jual Daster Batik

Asyiknya Bekerja Dari Rumah Sebagai Writerpreneur

Alhamdulillahirobbil'alamiin, nggak habis mulut ini mengucapkan syukur kepada Allah atas profesi yang sedang saya jalani saat ini. Nggak disangka, bakal nyebur beneran menjadi "entrepreneur". Awalnya, jujur karena merasa "kecewa" dengan kantor. Ya...kecewa lantaran merasa sangat memiliki kantor. Padahal respon baliknya jauuhh dari harapan. Nggak mau ngarep juga sih diperhatikan apalagi diapresiasi, yang penting  kantor itu mau maju dan iklimnya kondusif buat sama-sama maju, itu aja udah senang banget. Karena, saya melihat industri yang sedang dikembangkan oleh media, tempat saya bekerja sedang genit-genitnya. Sayang kalau tidak ditangkap kesempatannya untuk mengembangkan bisnis yang lebih bagus lagi.


waktu liputan ke Tanjung Puting

Hhehe..saya kala itu idealis banget. Kerja karena memang suka. Dan, kebetulan, merasa passion betul dengan dunia kerja saya kala itu di media yang membahas tentang pariwisata dan bisnis event. Jadi, hampir tak merasa letih wara-wiri ngantor, liputan di dalam dan luar kota, bahkan luar negeri. Kalau ditanya dimana saya tinggal dan kantor saya berada, welehh..teman-teman yang tahu jadi  cape ngebayanginnya.

Saya tinggal di Cileungsi, tepatnya di Jalan Narogong-pertengahan antara Bantargebang dan Cibubur. Sedangkan kantor di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Kalau ngangkot dan ngebis nggak dianter suami, memakan waktu perjalanan sekitar 3 jam. Jika diantar, naik motor sambil nyelip-nyelip cari celah sampai stasiun Bekasi, lanjut ke stasiun Gondangdia, waktunya lebih cepat, sekitar 2 jam. Tapi, kalau keretanya lagi ngadat, yaaa, jatuhnya sama sih. 



Namanya pewarta, jadwal pergi dan pulang nggak tentu. Kadang, kalau ada liputan pagi, pergi setelah bedug shubuh.  Tidak jarang juga,  siang banget. Yang pasti pulangnya sampai rumah sekitar pukul 12:00 wib.

Jika ada pekerjaan newsletter atau deadline keras, nginep pun dijabanin. Saking senangnya menjalani profesi ini, Alhamdulillah, saya tidak pernah sakit, nggak pernah cuti selama 5 tahun bekerja. Bahkan hamil anak kedua pun tak dirasa. Benar-benar dunia yang membuat saya selalu bersemangat. Apalagi kala itu, saya diamanahi jabatan sebagai redaktur bisnis. Wahh yang ada di kepala adalah bagaimana bisa menghasilkan bisnis untuk kantor saya sebanyak-banyaknya. Motto saya yang membuat saya senang bekerja, cukup sederhana, yaitu bekerja untuk bersyukur pada Tuhan. Alhamdulillah, saya masih memiliki ibu yang baik hati mau menjaga anak saya. 

Letih ? Tidak dipungkiri itu  pasti. Jika letih fisik mendera, obatnya  sangat mudah. Tinggal istirahat, tidur dan makan makanan yang bergizi. Stamina full lagi.  Tetapi kalau sudah sampai letih hati...weihhhh susah obatnya. Apalagi kalau sebab yang membuat letih hati tak pernah berubah dan selalu berulang. Aduhh...nggak kuat juga untuk tidak melambaikan tangan pada kamera. Ya, awal 2013 saya memutuskan risain setelah lima tahun bekerja di kantor itu. Total saya bekerja di kantor selama 10 tahun.




Anak kedua saya yang selama kandungan "besar di jalan" ketika saya risain berusia 2 tahun. Selain lelah hati,  saya juga merasa sangat bersalah pada Ibu yang selalu direpotkan mengasuh anak. Ditambah lagi, perkembangan anak pertama yang menginjak usia 7 tahun makin menuntut perhatian lebih.

Sempat merasa ragu juga memutuskan risain. Pada waktu itu penghasilan suami belum menentu. Maklum sedang belajar bisnis angkutan ekspedisi. Pendapatan masih bergantung orderan. Dengan gaji saya yang tetap, lumayan sih bisa hidup cukup. Sempat maju, mundur, cantik, memutuskan risain. Sampai akhirnya ada suatu peristiwa yang benar-benar bertolak belakang dari prinsip saya di kantor itu, yang akhirnya menjadi alasan terkuat saya harus risain. 

Bismillah, saya tancapkan kuat keinginan di hati, saya bisa lebih baik lagi dengan keluar dari pekerjaan itu. Suami pun merestui dengan sejumlah pertimbangan, yaitu menahan pengeluaran yang tidak penting agar uang belanja bisa cukup. Logikanya, memang tidak cukup ehhehe..

Menjadi Writerpreneur 

Detik-detik menjelang risain memang ada tawaran mengerjakan suatu proyek web content. freelance dari rekan yang bekerja di kantor lama. Saya langsung jajaki proyek itu. Dalam hati, sebisa mungkin saya tidak akan bekerja di kantor, berpisah lagi sepenuh hari dengan buah hati. Awalnya, saya sudah membayangkan, indahnya mengerjakan proyek web content tersebut. Apalagi saya sudah  bertatap muka dengan owner dan merasa sevisi. Nominal yang bakal diperoleh pun Alhamdulillah.

Namun ternyata, itu tidak semudah dibayangkan. Rupanya, banyak kerikil yang merintangi pekerjaan saya dan tim. Ya..biasalah intrik-intrik orang dalam yang merasa "tidak diuntungkan" dengan kehadiran tim saya. Nyaris pekerjaan kami selama berbulan-bulan dan terlihat hasillnya tak terbayar. Kelemahannya waktu itu, kami tidak ada uang muka dan perintah kerja. Jadi hanya instruksi lisan langsung dari owner. Merasa karena sudah owner yang memberi kerjaan, akan mudah. Ternyata, hmm cukup bermain perasaan dalam mengerjakannya.

Sedihhhh sekali. Hampir putus asa. Hhehe...belum pernah mengalami spekulasi bisnis seperti ini. Saya merasa bersalah tidak bisa memberikan imbalan kepada tim. Suami terus memberikan dorongan kesabaran ketika upaya maksimal sudah dilakukan. Susah juga ya bersabar dan ikhlas itu. Sampai pada suatu hari ketika keikhlasan benar-benar ditunaikan, Allah kasih jawabannya. Alhamdulillah, proyek kami dibayar. Orang dalam yang berintrik itu risain, dan ternyata ia salah satu pembuat masalah di kantor itu. 

rapat bersama klien

Dari kantor ini, hikmahnya saya menjalin hubungan lumayan bagus dengan karyawan. Dari mereka, saya dapat beberapa proyek penulisan dan mengelola media sosial. Rekan-rekan kuliah yang tahu saya risain, juga memberikan saya rekomendasi untuk mengerjakan proyek nulis. Kantor lama pun kerap meminta jasa saya mengerjakan proyek-proyek mereka dari Kementerian. Dari klien satu ke klien lainnya, Alhamdulillah bisa beranak. Saya juga mulai membentuk tim-tim kerja yang awalnya saya ambil dari teman-teman wartawan. Belum lama ini, saya mencoba untuk melibatkan blogger.

Wahhh...kalau begini saya menyebut profesi saya adalah "writerpreneur" ya, tepatnya menulis untuk pesanan orang, tanpa nama saya dan melibatkan orang lain dalam tim.. Menulis di blog pun dalam rangka eksis aja biar bisa gaul dengan rekan-rekan blogger dan wahana kegiatan kalau sedang tidak ada proyek atau mengisi kejenuhan (tapi sekarang blog malah suka dipakai untuk review produk klien).

Alhamdulillah, sampai sekarang tak ada bulan yang menganggur. Ada saja klien yang memakai jasa saya. Mereka ada yang beli putus (sekali menulis, nggak lama kemudian dibayar), ada yang long term per tiga bulan, enam bulan setelah proyek selesai dan saat ini saya sedang mengerjakan proyek mengelola content web dan media sosial yang dibayar per bulan dalam tempo lama. 

Alhamdulillah berbagai proyek penulisan tersebut, jujur saya peroleh dari rekomendasi. Ada juga yang dari melihat status facebook yang bernada "jualan" hehe. Tak pernah saya menawarkan diri. Pernah sesekali iseng melamar jadi sosial media specialist karena ingin mengetahui cara kerja dan konsep kerjanya...ehhh ternyata gajinya kecil sekali. Nggak nutup di ongkos. Yo wess..belajar sendiri sajah, learning by doing tapi syukur bisa dibayar. Dan, itu terjadi, benar-benar belajar banget mengelola media sosial sejumlah event dan brand UKM.

Kendala, hambatan sekaligus tantangan

Hmm..kalau membicarakan hasil memang indah ya hehehe. Itu kadang yang suka membuat orang nafsu mau jadi pebisnis. Termasuk saya yang kadang mupeng banget ingin menjadi pebisnis sukses. Melihat keberhasilan mereka memiliki uang tak berseri, bisa jalan-jalan kemanapun, keluarga yang bahagia karena orang tua yang selalu di sisi anak-anak de el el. Sukseskah itu ? secara kasat mata, memang menjadi impian setiap orang. Tapi sudahkah yang menjalaninya merasa sukses ? memang jawabannya relatif. Begitu pun definisi sukses, menurut saya sangat relatif. Tergantung dari bagaimana orang memandang tujuan hidupnya. Aduhhh...kok jadi serius ya ;). 

Hhehe..nyatanya memang serius sih. Kesuksesan itu hanya bisa dirasakan sukses kalau kita sudah memahami tujuan sejatinya hidup itu.Dan, sebelum teman-teman menentukan jalan untuk berbisnis, terlebih dahulu sebaiknya bisa mendefinisikan tentang kesuksesan yang ingin kita raih. Jadi, kita semakin mantap dan segera bisa move on jika terjadi sesuatu dalam perjalanan.

bersama dengan teman-teman pekerja dari rumah

Banyak yang bilang pada saya, "Wahh sekarang Mba Ika enak ya hidupnya. Di rumah saja sudah bisa menghasilkan uang. Nggak perlu ke kantor setiap hari, bisa nemenin anak belajar, membereskan pekerjaan rumah dan mengawasi anak bermain. Tiap minggu bisa jalan-jalan, bisa makan di restoran bersama keluarga, bisa sering silaturahmi ke saudara dan teman-teman. Tetangga pun tidak sedikit yang nggak percaya, kok di rumah bisa ya dapat duit. Jangan-jangan nuyul nih hehehe, aya-aya wae. Ibuku yang suka bawel ke tetangga untuk meyakinkan kalau anaknya kerjanya  ngetik dan internetan. Saya hanya tersenyum saja kalau ibu ngobrol-ngobrol dengan tetangga.

Tetangga memang keponya tinggi.  Saya pun kerap menjelaskan tentang apa yang saya dikerjakan sehingga menghasilkan uang dan mengajak mereka untuk bisa terlibat juga, seperti belajar jadi blogger dan bikin status posting di FB yang bagus.Barangkali saya ada proyek media sosial,  bisa membantu jadi admin, atau mengajari mereka jualan online. Tetapi apa jawaban mereka, "Males, alias udah pusing duluan ngeliat tulisan dan layar komputer. Hehhe..rata-rata tetanggaku memang ibu rumah tangga tidak bekerja. Sekalipun bekerja, itu pun ngereditin barang,  nyaloin rumah kontrakan, atau buka warung. Ada juga yang karyawan pabrik. 

Nah, sekarang soal klien nih. Macam-macam loh tipenya, tuntutan dan ritme pembayarannya. Sebagai penulis bayaran, kita kudu memahami kebutuhan mereka. Dan, itu gampang-gampang susah. Apalagi harus mengetahui  dalam tempo cepat materi obyek yang ditulis. Selain itu, kita juga harus  konsisten dengan jadwal deadline yang telah disepakati. Jangan sekali-sekali mengabaikan deadline dengan alasan bagaiamanapun juga. 

Menjadi pebisnis apapun itu, saya rasakan seperti "menjual diri". Sekali saja  tidak perform, bisa-bisa kita di-black list dan direputasikan buruk. Jangan kira, dunia yang begitu luas ini bisa menjadi begitu sempit ketika dari mulut ke mulut orang menceritakan kita hingga sampai di telinga orang-orang yang ingin memperkerjakan kita. 

Upayakan banget kita bisa diceritakan yang baik-baik. Reputasi sangat penting untuk keberlangsungan bisnis. Ya, seandainya kita salah atau tidak menepati komitmen, secepatnya harus segera minta maaf dan diselesaikan. Jangan lari dari tanggung jawab, apalagi sampai menghilang. Ini yang dinamakan profesionalisme. 

Lantas bagaimana dengan kliennya ? kalau saya ya mikirnya, sebisa mungkin jangan sampai kita yang berbuat kesalahan atau tidak komitmen. Biarlah mereka yang mendahului jika salah. Kita tetap konsisten dengan penawaran dan layanan kita.

Writerpreneur atau bisa juga freelancer menurut saya adalah pebisnis yang kadang harus menghadapi ulah klien yang nakal. Niatnya kita benar-benar ingin membantu mempromosikan bisnis mereka lewat tulisan dengan penawaran relatif murah, malah diperlakukan sebaliknya alias tidak dibayar dengan berbagai alasan. Kalau sudah begitu, saya cuma bisa senyum dan bersabar, sambil nguatin hati untuk ikhlas menerima perlakuan yang tidak baik. Alhamdulillah, dalam tempo tidak lama, Allah kasih ganti yang lebih baik, ini yang selalu saya buktikan. Balasan Allah Maha Cepat kalau kita benar-benar pasrah pada-Nya setelah ikhtiar maksimal saya lakukan. Tetapi, tidak sedikit pula menemukan klien yang baik hati. Indahnya dunia dipertemukan dengan  berbagai klien.

Menghadapi klien, nggak kalah nyeninya ketika mengelola tim loh ternyata. Saya rasakan memang tidak mudah mencari orang yang mau diajak bekerja sesuai komitmen. Ini bukan masalah honor yang kita berikan besar atau kecil, tetapi ini masalah komitmen dan kepercayaan. Katanya ingin mengubah nasib bekerja dari rumah, giliran saya kasih pekerjaan, lalai dan hasilnya tidak sesuai harapan.  Menghadapi hal-hal yang tidak mengenakkan dengan tim, saya berupaya tetap konsisten membayar sesuai kesepakatan dan tentu tidak akan memakainya lagi. 


Belum lagi ketika menemukan partner kerja yang ingin mengambil alih proyek kita. Istilahnya menggunting dalam lipatan. Hmm..ini lagi-lagi butuh sabar tiada batas. Kita yang mengajak dia berpartner untuk diberikan sejumlah proyek, ehhh malah dia juga ingin mengambil proyek kita. Hufff...tapi untunglah Allah terus menolong saya dalam situasi seperti ini. 

Berbisnis itu memang harus memiliki pegangan yang kuat kepada Tuhan. Kalau saya lebih menyukai menyebut bisnis itu adalah seni. Seni "menjual diri", seni mengelola tim, seni menghadapi klien, sampai seni mencari modal untuk membayar tim. Sebagai ibu rumah tangga seperti saya, plus seni lagi, yaitu seni memelihara dan mendidik anak sambil kerja di rumah. Dan, jangan jadi alasan, kita sibuk menunaikan tugas rumah tangga, lantas  lalai terhadap klien. Misal, batal meeting, karena nggak ada yang jagain anak. Kita harus profesional, bahkan bisa lebih unggul dari karyawan kantoran soal manajemen waktu dan perencanaan kerja.

Buku yang berjudul 'Sukses Bekerja dari Rumah" yang ditulis Mbak Brilyantini, bagus banget untuk dibaca. Bersyukur mendapatkan buku ini dari hadiah kuis. Di dalamnya tertulis tentang profesionalisme seseorang yang ingin menekuni pekerjaan dari rumah. Intinya tidak bisa seenaknya.

 "Bekerja dari rumah itu juga ternyata perlu usaha tersendiri. Mungkin dua atau tiga kali lebih keras dibandingkan saat bekerja kantoran,"....Brilyantini.

Membacanya buku ini saya jadi senyum-senyum sendiri.  Mbak Brilyantini benar-benar kasih cermin ke saya,  bagaimana rempongnya jadi ibu rumah tangga sekaligus ngurusin klien. Belum lagi, yang tiba-tiba konsentrasi pecah ketika ada tetangga yang memanggil, tukang sampah, tukang sayur, pak pos dan sebagainya. Hhehe....

Waktu 24 jam berasa ngepas banget. Padahal pekerjaan domestik sudah banyak dibantu oleh ibu saya yang tinggal bersama. Betul kata Mba Brilyantini, "...menjadi pekerja lepas memang tidak punya jam kantor tetap. Hal tersebut membuat kita harus siap bekerja kapan pun dan di mana pun,"





Hehhe..Meili anak pertama saya suka complain juga ketika Mamanya di hari Minggu masih di depan laptop, nggak jalan-jalan. Akhirnya saya bikin kesepakatan, kalau mau jalan-jalan, tolong bantu Mama ya,..jangan berisik dan bolak-balik ke kamar Mama biar pekerjaan Mama cepat selesai. Atau, jangan ribut dengan adiknya Barra" . 

Tidak jarang pula,  jadwal liburannya disesuaikan dengan jam selesai kerjaan. Kalau sore, ya sore harilah keliling-keliling..nggak jauh sih, yang penting bisa keluar rumah menikmati hal-hal di luar rutinitas anak-anak di sekolah. Bisa cuma minum es atau makan tahu gejrot di pinggir jalan dan sebagainya. 




Mbak Brilyantini yang notabene sudah 20 tahun bekerja kantoran ini juga memberikan tips-tips bagaimana kita menjual diri "personal branding" lewat media sosial atau blog, sampai perangkat kerja yang musti kita lengkapi. Untuk melengkapinya bisa sambil jalan, kalau ada honor lebih bisa disisihkan untuk membeli perangkat kerja. Yang nggak kalah penting adalah mengatur keuangan. Maklum, hidup kita tidak dijamin kantor, yang tiap bulan pasti gajian. Apalagi suami juga pebisnis. Ngaturnya memang harus cermat. Jangan lupa juga, alokasikan dana silaturahmi dan sedekah untuk memperlancar rejeki. Karena, hidup ini tidak matematis. Banyak hal ajaib yang tidak bisa dimatematikakan dalam memperoleh rejeki.

Pada halaman pamungkas, Mba Brilyantini menampilkan kisah-kisah inspiratif ibu rumah tangga yang sukses berkarir dari rumah. Benar-benar membuat saya jadi makin bersemangat dan introspeksi diri, kalau saya masih jauh dari harapan ibu yang ideal bekerja dari rumah.

Yuk, kita saling berbagi manfaat !





20 komentar:

  1. Sarat pengalaman.... inspiratif mbak....sukses slalu ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2 mba nani...sukses juga buat mba ya...Aamiin

      Hapus
  2. Tulisannya kereeen. Inspiratif. Goodluck.
    Salam kenal dan salam seperjuangan mak :-)
    alhamdulillah saya juga sudah 3 tahun writerpreneur (khusus buku nonfiksi dan konten artikel web/portal). Semoga suatu waktu bisa kerjasama ya.He.he.
    " menulis untuk pesanan orang, tanpa nama saya", ini bagian dari writerpreneur dikenal dengan istilah GW mba :-)
    Fitria, Jogja

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahhh senangnya ya seprofesi..ya mbak, sama kayak ghost writer..semoga ya mbak diperlancar bisnisnya..sya noted deh mba fitria untuk next bisa join bareng :)

      Hapus
  3. Salam kenal mbak Ika...

    Senang ya udah bisa resign, moga saya bisa nyusul secepatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin..semoga dimudahkan ya Mbak..Insya Allah pasti..

      Hapus
  4. Wihhhh wih wiiiih mbak Ika luar biyasaaaahhh

    BalasHapus
  5. Lo, komenku belum masuk ya>
    Sukaaaaa bacanya mb. Inspiring!

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mba nurul dah mau ngunjungin...berasa terhormat dikunjungi seleb blogger nih ;)

      Hapus
  6. Keren pengalamannya Mak Ika.
    Semoga bisa ngikut jejek Mak Ika jadi writerpreneur nanti ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin..yuk semangat, semoga dilancarkan ya mbak...Aamiin

      Hapus
  7. Memang lebih enak bekerja di rumah ya mak..
    salam kenal dari Semarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya betul mak ika, bisa sekalian ngawasin anak dan dampingi pertumbuhan mereka...

      Hapus
  8. wow,pengalamannya luar biasa mak...
    inspiring bangett,makasih ya mak sharingnya
    salam kenal^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mba...saya juga senang membaca tulisan inspiratif mba zwan

      Hapus
  9. Keren mba..memang ya kerja dr rumah jauh lebih keras usahanya krn harus.bisa ngaturdiri sndiri. Blm lg mengerjakan pekerjaan rmh lain

    BalasHapus
  10. Mbaaaaak.. Kalok aku uda berkeluarga, salah satu cita-cita ku ya pengen kerja di rumah.. :D Calon suami pun uda sempat membahas ini. In Shaa Allah bahagia selalu ya, Mbak.. Aamiiiin..

    BalasHapus
  11. bekerja di rumah itu..... capek banget! dan gak punya alasan mangkir dari kerjaan domestik. hehe... tapi seneng ya mbak, anak2 jadi lebih kreatf dan bahagia ada ibunya di sekitar mereka. capeknya diganti kasih sayang suami dan pahala yang sangat banyak. kalo dukanya sih, berat ringannya tergantung keikhlasan ketika menjalaninya.

    BalasHapus
  12. aku juga sama kaya beby cita-cita ku pengen kerja di rumah tapi nanti kalo udah nikah :)

    BalasHapus
  13. sukses trus ya mba. mudah2an proyek ngalir terus

    BalasHapus

Terima kasih atas masukan dan komentarnya.