Antara Writerpreneur dan Blogger
Dua-duanya oke, karena keduanya juga punya basic yang sama yaitu menulis. Keduanya memiliki lahan-lahan empuk yang bisa dibisniskan. Dan, keduanya merupakan profesi yang pas untuk ibu rumah tangga yang ingin berpenghasilan seperti saya. Modalnya ? laptop/komputer dan modem.
Dua tahun aku menjalani profesi sebagai writerpreneur. Nggak ada gambaran sedikit pun aku akan menjalani dunia yang mengasyikkan ini. Alasan risain karena ingin lebih memperhatikan anak-anak yang selama aku bekerja, banyak ditinggal, miskin perhatian. Ada perasaan berdosa mengabaikan amanah-Nya-- dua buah hati yang cantik dan ganteng. Alhamdulillah, Allah kasih jalan ke bidang ini. Bisa bekerja dari rumah. Ke luar rumah hanya untuk meeting dan wawancara sehubungan dengan materi.
Istilah bekennya writerpreneur, mungkin hampir sama dengan freelance writer kali ya. Cuma, aku membedakan sedikit di istilah preneur. Di sini maksudnya adalah seorang penulis yang bisa berbagi pekerjaan dengan teman-teman penulis lainnya untuk menggarap suatu proyek atau orang yang membisniskan tulisan.
Istilah bekennya writerpreneur, mungkin hampir sama dengan freelance writer kali ya. Cuma, aku membedakan sedikit di istilah preneur. Di sini maksudnya adalah seorang penulis yang bisa berbagi pekerjaan dengan teman-teman penulis lainnya untuk menggarap suatu proyek atau orang yang membisniskan tulisan.
Kalau blogger, tentu sudah mahfum, kita dibayar dari tulisan yang kita posting di blog kita atau di sejumlah channel media online yang dikehendaki klien, sementara kalau writerpreneur, kita memang membisniskan tulisan untuk berbagai tujuan klien. Lahan ini masih empuk digarap. Banyak perusahaan, kementerian, dan berbagai kalangan kini tidak mau repot soal publikasi. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada pihak ketiga. Entah itu untuk membuat company profile, mengisi content web, membuat digitalisasi promosi, buklet, leaflet, biografi, majalah internal, pers releasse sampai mengelola media sosial. Bagi yang suka politik, bisa menggarap proyek kampanye sejumlah Pilkada. Serentetan pekerjaan ini, nggak mungkin kan, kita kerjakan sendiri, butuh tim.
Alhamdulillah, seiring dengan waktu, aku menemukan teman-teman "sevisi" dalam mengerjakan sejumlah proyek penulisan.
Modal menjadi writerpreneur, kita dituntut untuk menguasai berbagai gaya penulisan. Jika diminta untuk menulis advetorial, tentu bahasanya harus bahasa promo yang elegan sesuai dengan citra perusahaan. Begitu pula jika menulis company profile atau publikasi internal lainnya. Tidak sedikit juga klien yang ingin dibuatkan tagline. Hmm padahal membuat tagline itu sulit banget dibandingkan menulis. Hufff..suka tepok jidat deh kalau ada klien yang minta diisi webnya lengkap dengan tagline. Otomatis penggaliannya kudu mendalam sehingga kita bisa mengambil 'saripati" dari perusahaan tersebut.
Seorang writerpreneur juga harus bekerja dalam deadline. Misal waktunya seminggu, ya harus selesai seminggu. Hampir sama dengan wartawan. Dia juga harus bisa menjalin hubungan yang bagus alias luwes bergaul dengan klien. Misal, kita diminta untuk mengelola website yang notabene di perusahaan tersebut, sistem komunikasinya tidak lancar. Antar bagian kurang ada koordinasi. Tidak ada humas atau Public Relation. Nah, PR kita tuh menyambangi bagian demi bagian di perusahaan tersebut untuk mengumpulkan informasi yang bisa jadi bahan updetan.
Apalagi tidak sedikit klien ingin dikelola media sosialnya, terutama jika mereka punya event, tapi mereka tidak punya Person in Charge yang mengurus promosinya. Hmm. harus extra sabar lagi mencari sumber updetan. Syukur kalau ada EO yang organize event tersebut, kita sedikit terbantu mencari informasi sebagai sumber updetan. Kalau tidak, siap-siap mungutip info-info dari berbagai bidang terkait.
Untuk beberapa case, saya kerap berbagi tugas dengan teman-teman sehingga bisa dihandel semuanya. Teman yang tidak bisa keluar rumah, diberikan job yang sesuai. Bahkan teman-teman yang pintar berbahasa Inggris pun kebagian limpahan proyek. Karena sekali lagi, klien tak ingin repot "All in One". Ada juga beberapa klien yang ingin didesain webnya oleh saya. Wahh padahal saya tidak punya keahlian di bidang desain web. Ya sudah deh, melibatkan lagi seorang web desainer. Sampai SMS Blast, kami juga pernah urus. Paling saya lebihkan sedikit fee untuk ongkos bolak-balik approval desain.
Ini hanya writerpreneur dalam versi saya loh. Tentu, teman-teman memiliki pengalaman dan definisi sendiri tentang profesi ini. Sharing yuk !
Kalau aku bilang, Mbak Ika lebih pas disebut writerpreneur dibanding sebagai bloggernya :) itu yang lebih menonjol soalnya.
BalasHapusxixixi ya ya..rasanya begitu. Berbagi lahan buat para blogger. Btw, terima kasih banyak Mba Arifah sudah menjadi timku. Semoga 2015, ada proyek buat dikerjasamakan lagi ya, yg cocok buat kita yg berjauhan ;)
Hapuskeren ih, antara writerpreneur dan blogger, kedua2nya aku mau *maruk. tapi sayang, pr nya masih banyak. ngisi blog aja masih angin2an. semoga jadi lebih termotivasi setelah membaca posting ini. btw, salam kenal mbak
BalasHapusHai mas kamal, terima kasih sudah berkunjung ya...aku jg relatif jarang ngeblog..udah kecapean nulis yg lain. Ada waktu tersisa dipake buat keluarga :)
Hapus