Jual Daster Batik

Jual Daster Batik

Saung Angklung Udjo, Kibarkan Indonesia ke Dunia

Saung Angklung Udjo memang fenomenal. Saya mengetahuinya sejak masa kuliah di Universitas Padjajaran. Kala itu, kampus saya Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Unpad ada di Jatinangor. Sedangkan, Saung Angklung Udjo berada di Jalan Padasuka 118, Bandung. Hmm..cukup jauh dari Jatinangor. Selama 3 tahun ngekos di Jatinangor, tak pernah sekali pun mengunjungi Saung Angklung yang didirikan oleh Mang Udjo bersama istrinya Uum Sumiati tahun 1966 itu. Namun begitu, nama Angklung Udjo  kerap menjadi pembicaraan teman-teman di kampus. Penasaran..



Alhamdulillah, begitu pindah kos ke Bandung, kesampaian juga beberapa kali berkunjung ke sana, karena ada suatu acara dialog budaya. Sesekali menikmati angklung di sela-sela acara tersebut. 

Tempatnya nyaman, adem dirimbuni pepohonan bambu, dan kondusif untuk belajar angklung. Terlihat anak-anak kecil dan remaja asyik bermain angklung. Wajah-wajahnya riang sambil saling berseloroh.  Kesan berkunjung waktu itu hanya satu, salut kepada  pendirinya Mang Udjo yang telah mewariskan kesenian tradisional ini kepada anak-cucunya. Kalau tidak ada orang seidealis dan sevisioner Mang Udjo, boleh jadi anak-cucu kita hanya bisa mendengar dari cerita tetua bahwa alat kesenian Jawa Barat adalah angklung. Dan, angklung hanya mejeng di museum.

Setelah lulus akhir tahun 2002, lama juga tak mendengar Angklung Mang Udjo. Hhehe, secara udah balik ke kampung halaman di Betawi dan kesibukan sebagai pewarta ekonomi. Kepopuleritasan Angklung Mang Udjo baru saya dengar tahun 2011. Ketika itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggelar festival Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat. 

Samudra Dyan Praga, kontraktor pameran yang juga event management Festival Indonesia menampilkan kesenian angklung. Tak hanya sekedar hiburan, melainkan pemecahan rekor Guinness Book of World Record bermain angklung oleh  lebih dari 5.000 orang. Wowww,..




Daeng Udjo sedang memimpin arensemen anglung yang dimaikan sekitar 5.000 orang di lapangan Monumen Nasional, Washington DC. Sumber foto : Samudra Dyan Praga

Daeng Udjo, anak dari Mang Udjo tampil menjadi konduktor permainan angklung untuk pemecahan rekor tersebut. Workshopnya Saung Mang Udjo juga membuat sebanyak 5.500 angklung yang dibagikan secara cuma-cuma kepada partisipan yang bermain angklung di lapangan Monumen Nasional, Washington DC.  Dan, Alhamdulilah sukses tercatat dalam Guinness Book of World Records. 

Tapi sayang, berita ini tak begitu ramai di media nasional. Hanya beberapa media nasional saja yang mengulasnya. Saya kebetulan tahu berita ini, karena klien saya, Samudra Dyan Praga ingin mengabadikan keberhasilannya dalam penyelenggaraan rekor angklung dunia di website. Bangga sekali  dengan keturunan Mang Udjo yang konsisten meneruskan cita-cita orang tuanya untuk melestarikan dan mempopulerkan angklung. Kini kepopulerannya tak hanya menggetarkan Indonesia, sekaligus menggoncang dunia. 

Momen alat musik bambu mengharumkan Indonesia ke manca negara berulang kembali pada perayaan puncak Konferensi Asia Afrika ke-60 di Bandung (23/4). Angklung for The World...ya rekor permainan angklung oleh  lebih dari 20.000 orang. Stadion Siliwangi menjadi saksi ribuan pelajar SD sampai SMU, pegawai negeri, kalangan profesional, pengusaha dan segenap warga Bandung bermain angklung.  Permainan ribuan angklung ini menjadi simbol solidaritas Kota Bandung kepada  nilai-nilai yang terkandung pada KAA, bahwasanya, semangat Dasasila Bandung masih menyala pada jiwa dan raga masyarakat Bandung. Wuihhh...



Sayangnya saya bersama rombongan blogger Internasional yang diberangkatkan oleh Kementerian Pariwisata tidak berkesempatan menyaksikan momen bersejarah itu. Kami baru berangkat dari Jakarta sore hari (Kamis, 23/4). Itu pun langsung menuju ke Sari Ater Hotel & Resort di Subang. Sedangkan aksi 'Angklung for The World" berlangsung pagi harinya. Foto ini  diberikan oleh Kementerian Pariwisata agar kami tetap dapat menge-buzz beritanya dalam perjalanan. Terharu...melihat  foto kiriman lautan manusia penuh semangat yang berkobar memainkan "Angklung for The World".

 Kami baru melihat pertunjukkan angklung di Saung Mang Udjo keesokan harinya. Ini merupakan kunjungan perdana saya setelah lulus kuliah tahun 2002. Keadaan Saung Angklung Udjo sudah jauh lebih bagus dan tertata rapi. Hhehe..mungkin karena ada perayaan KAA juga kali ya, Saung yang saat ini dikelola oleh anak-anak Mang Udjo yaitu Taufik Hidayat Udjo dan Daeng Oktaviandi Udjo (Daeng Udjo) berbenah cantik.




Ketika rombongan "Familiarization Trip: Blogger & Social Media Stars" tiba di Saung Udjo, gerimis yang sedari perjalanan turun, masih enggan berhenti. Hawa dingin langsung menyerusuk di sela-sela pori ketika angin  dari sela-sela pepohonan bambu di depan Saung Mang Udjo berhembus.

Kedatangan kami disambut oleh pemakaian kalung cenderamata berliontin angklung kayu. Kemudian, kami langsung disuguhi dua pilihan minuman yaitu es lilin dan bandrek (gingseng jahe). Saya memilih bandrek. Lumayan tegukannya menghangatkan. Tapi, tidak sedikit teman-teman, terutama blogger Internasional yang memiih es lilin. Huffff.... Asap dinginnya eksis ke luar begitu es lilin itu diambil dari koalinya. Saya langsung mengerdikkan dahi. 

Arena theater angklung rupanya sudah penuh ketika kami tiba. Banyak juga tamu yang datang sore itu. Sebagian besar turis asing. Tampak dari Korea, Jepang, Belanda, dan negara lainnya. Master Ceremony (MC) berkerudung ala Sunda menyapa kami dengan riangnya dalam berbagai bahasa. Rupanya Teteh ini yang mengalungkan cendera mata di pintu masuk tadi. Pembawaannya luwes,  cantik, dengan selera humor yang tinggi  membuat suasana semakin hangat.



Sebagai sajian awal, kami disuguhi permainan wayang golek dalam bahasa Sunda. Meski turis asing tidak mengerti bahasa dalangnya, tapi karena kelucuan membawakan si cepot, sontak membuat kami tertawa.

Aksi Si Cepot berlanjut pada tari-tarian anak-anak yang  lincah menari dan menyanyi lagu-lagu daerah dengan iringan musik angklung yang dimodifikasikan dengan berbagai alat musik moderen (gitar dan organ). Subhanallah bagus banget. Baru kali ini saya menyaksikan pertunjukan semenarik ini. Semangat anak-anak menyanyi sambil bermain angklung sungguh menggetarikan area theater. Beberapa kali tepukan tangan memecah suasana menjadi tambah semarak.

Keceriaan anak-anak kemudian dipamungkaskan oleh penampilan Daeng Udjo. Oo ini Daeung Udjo itu, bisikku dalam hati. Saya beberapa kali melihat foto-fotonya waktu tampil memimpin angklung di Washington DC, sekarang beliau sudah di depan mata. Pembawaannya santun dan santai me-lead kami bermain angklung. Kami diajari bagaimana mengalunkan nada dasar kumpulan bambu kecil ini.  Dibagi dalam beberapa kelompok nada yang diberi nama provinsi di Indonesia, kami diminta menghapalkan setiap aba-aba tangan yang dimainkan Daeng.  Tiap kelompok nada memiliki simbol aba-aba tangan yang berbeda sehingga otomatis kami memang harus menghapal aba-aba yang ditunjukkan Daeng Udjo. Alhasil, tak disangka dalam tempo singkat, bisa juga kami memainkan nada. Senangnya...



Menutup acara, kami disuguhkan orkestra angklung yang membawakan lagu Indonesia dan barat (aduhh sayangnya saya lupa lagi judulnya). Yang pasti mendengarnya syahdu banget. Menurut Daeung Udjo, Angklung memiliki keunikan tersendiri. Ia bukan musik yang individualis. Keindahannya hanya bisa dinikmati jika dimainkan secara bersama-sama dengan harmonis. 

Orkestra angklung mulai diperkenalkan oleh Saung Udjo sejak tahun 1990-an.  Disebut orkestra lantaran aransemennya dibuat seperti orkestra musik jazz. Orkestra bukan terdiri dari permainan satu angklung, melainkan satu set angklung  yang berisi 10 angklung dengan 10 nada berbeda. Sangat butuh konsentrasi tinggi para pemainnya untuk melihat aba-aba dirigen atau konduktor musik. Sekilas informasi tentang orkestra angklung, saya sempat memotretnya pada informasi yang didisplay pada papan informasi.



Terakhir seluruh penonton diajak menari dan bermain bersama. Anak-anak yang sebelumnya bernyanyi dan menari menyambangi kami satu persatu dari tempat duduk untuk "melantai". Semula saya rada malu, menari di area theater. Tetapi karena si adik gemuk bernama Novi ini terus memaksa, yaa...dicobalah. Hhehe  rasa malu itu pun pupus ketika kami bermain dan bernyanyi.  Ahh...permainan itu jadi membuat saya bernostalgia mengenang permainan ular tangga di masa kecil. 

Waktu hampir 3 jam sungguh tidak terasa. Bahkan, saya kok berasa kurang ya. Rindu ingin menyaksikan atraksi anak-anak dan orkestra yang begitu indah lagi. Semoga bisa berkunjung kembali ke Saung Angklung Udjo bersama anak-anak.




Oya, di Saung ini juga dijajakan aneka sovenir loh. Bagi yang ingin membeli oleh-oleh angklung, tersedia banyak pilihan ukuran. Harganya masih ramah di kantong. 


Kalau kamu ingin berkunjung, sebaiknya melihat jadwal pertunjukan di website Saung Angklung Udjo, http://www.angklung-udjo.co.id/ atau bisa menghubungi pengelola di +62 22 727 1714+62 22 710 1736, info@angklung-udjo.co.id

Untuk lokasinya, terletak di Jalan Padasuka No.118, tidak begitu jauh dari pusat kota Bandung. Dari Jakarta, tinggal keluar pintu tol Pasteur, kemudian lurus sampai menemukan fly over dan melintasinya sampai Jalan Surapati dan Jalan Ph. Hasan Mustofa.  Di jalan ini, ada papan penunjuk Jalan Saung Angklung Udjo, persis berada di ujung Jalan Padasuka. Jika naik angkot, dari Surapati, naik angkot nomor 06 rute Cicaheum-Ciroyom (arah Cicaheum), kemudian turun di perempatan Padasuka, jalan sebentar kurang lebih 500 meter atau bisa naik ojek yang banyak mangkal di area sekitar Saung Udjo.









4 komentar:

  1. beberapa kali ke bandung nggak pernah ke sini.
    mungkin bisa dicoba lain waktu biar nggak cuman makan makan dan makaaann mll :D

    BalasHapus
  2. Ini salah satu bucket listku kalo ke BDG mak.
    Tapiii, belum kesampean :(

    BalasHapus

Terima kasih atas masukan dan komentarnya.