Hingar bingar politik di tanah air memang cukup menyita perhatian. Tak hanya orang dewasa yang “sadar” politik, sekaligus juga anak-anak turut merasakan kegairahan berpolitik. Anakku salah satunya : Meili (9 tahun) dan Barra (3,5 tahun). Keduanya sampai hapal dengan lagu-lagu kampanye pasangan Wiranto-Hari Tanu yang berjudul Indonesia Jaya karena keseringan tampil di televisi. Tokoh Prabowo dan Wiranto sudah dihapal mereka. Begitu pun Jokowi yang merupakan pilihan presiden orang tuanya
Meilia termasuk anak yang kritis. Apapun yang sekiranya mengganjal di hatinya selalu ditanya. Termasuk menanyakan tentang mengapa mamanya pilih Jokowi. Sedangkan, teman-teman di sekolahnya (kelas 3 SD) selalu menegatifkan Jokowi. Pria asal Solo itu dituduh Cina, kafir, punya banyak preman dan sebagainya. Pertanyaan ini aktif ditanyakan menjelang pileg Maret-April lalu. Aku kaget juga mendengarnya. Anak-anak ternyata tahu juga tentang politik. Dan, tak habis dibayangkan, fitnah dan tuduhan terhadap Jokowi sudah sampai menempel di benak anak-anak kelas 3 SD.
Menurut cerita Meili, teman-temannya sering saling "bergosip politik" menanyakan presiden mana yang dipilih. Meili mengaku sangat bingung. Kenapa Mamanya pilih pemimpin yang kafir dan ia tak menyangka ternyata Jokowi seorang Cina. Aku ingat sekali waktu ramai-ramainya pileg, Meili tak berhenti menuntutku menjelaskan tentang Joko Widodo. Setiap ada berita Jokowi, aku yang bersamanya melihat berita, langsung diberondong pertanyaan. Emosiku sempat naik juga dengan tuduhan itu karena aku tahu Jokowi tidak seperti itu. Aku tanya ke Meili, dari mana teman-temannya bisa tahu Jokowi itu Cina, Kafir, Apakah dari guru di sekolahnya..Meili menggeleng. Guru di sekolahnya tak pernah menjelaskan tentang politik. Teman-temannya kebanyakan mengetahui tentang Jokowi dari guru ngaji di TPA, ada juga yang tahu dari orang tuanya.Hmm..
Jadilah hari itu aku jelaskan detil tentang alasan orang tuanya memilih Jokowi. Aku juga tunjukkan beberapa foto Jokowi ke Mekah, mencium tangan ibunya, memperlihatkan bukti-bukti prestasi Jokowi membangun Jakarta dengan menunjukkan Pasar Tanaabang, Waduk Pluit, Kartu Jakarta Sehat sampai pengemis dan topeng monyet. Untungnya aku masih menyimpan Majalah Venue--media tempat aku pernah bekerja selama 5 tahun—menulis tentang Jokowi mengalokasi pedagang kaki lima, membangun taman-taman di Solo, peduli dengan pasar tradisional dan sebagainya. Aku perlihatkan foto-foto di majalah tersebut.
Setiap kali kami silaturahmi ke Jakarta, dalam perjalanan aku selalu menjelaskan keberhasilan Jokowi membuat taman-taman kota dan menyamankan pejalan kaki. Meili melihat langsung trotoar yang diperlebar dan dipercantik, kursi-kursi taman di sepanjang trotoar, tidak ada rumah-rumah kardus di kolong jembatan di Palmerah dan hampir sepanjang perjalanan dari Cileungsi ke Jakarta, kami tidak menemukan pengemis yang biasanya marak di perempatan jalan dan lampu merah. Intinya aku perlihatkan sejumlah bukti "kerja nyata" Jokowi untuk DKI yang bisa ditangkap Meili. Aku ingin, dia melihat langsung bagaimana seharusnya seorang pemimpin bekerja untuk rakyatnya. Dan, mengapa orang tuanya begitu berharap Jokowi bisa menjadi presiden Indonesia.
Huff..letih juga sih menjelaskan panjang lebar saat perjalanan karena Meili selalu merespon balik dengan komentar-komentar polosnya. Salah satunya ia mengomentari pengendara motor nyelonong masuk ke jalur busway di depan matanya. "Ma..itu ada motor jalan di jalur busway..Bukannya dilarang ya mah..ada dendanya 500 ribu," ujarnya polos. Hapal juga dia, nggak nyangka juga. Aku jabab :"Yaa didenda Meili kalau ketahuan polisi. Orang kita kebanyakan suka melanggar peraturan, susah disiplinnya. Makanya bangsa kita nggak maju-maju. Meili jangan gitu ya. Ada nggak ada polisi tetap taat peraturan. Kalau dilanggar, yang rugi juga kita sendiri, seperti kecelakaan. Memang lebih cepat tetapi berbahaya," jawabku.
Alhamdulillah dengan penjelasanku yang agak gamblang tentang Jokowi, anakku bisa mengerti dan mampu memberikan penilaian tersendiri terhadap teman-temannya yang memiliki pendapat bersebrangan. Selain itu, aku pun tak ingin anakku jadi “tukang fitnah” dan “tukang mencela”, sehingga aku berupaya menjelaskan sebijak mungkin tentang sosok Prabowo bahwa dia seorang militer yang berprestasi, pelatih pasukan kebanggaan negeri ini, dan dia juga seorang anak begawan ekonomi, Soemitro Djoyohadikoesoemo. "Kalau Prabowo bagus, kenapa Mama ga pilih Prabowo ? tanyanya. " Hmm karena di hati Mama Jokowi yang cocok memimpin negeri ini. Kan harus sesuai hati nurani," jawabku.
Memang semula aku berfikir terlalu dini menurutku anak paham soal politik yang notabene konsumsi orang dewasa. Namun, mengingat masifnya iklan capres dan tayangan politik hampir di sebagian besar di TV, mengundang ketertarikan anak yg “peduli”.
Dengan pengetahuan cukup, Meili berkembang menjadi anak yang “berani berbeda” dari kebanyakan teman-teman di kelasnya. Dia bisa berdebat dan mencoba meluruskan sesuai yang diketahui Mamanya. "Udah aku jelasin Mah, tetapi tetap aja teman Meili ga percaya..Ya udah Meili diam aja."ujarnya. Dia mengaku, hanya dia dan seorang temannya yang memilih Jokowi. "Cuma aku sama Darin mah yang milih Jokowi," sungutnya. (Belakangan ketika pilpres ia mengaku kalau sebagian guru di sekolahnya banyak memakai atribut bergambar Prabowo-Hatta seperti kaos, topi ber-pin). "Ya udah jangan ribut ya. Biarlah Allah yang Maha Menilai. Yang penting Meili nggak percaya sama mereka ya," terangku. "Yalah Meili ga percaya. Orang Meili liat sendiri di foto FB Mama Jokowi pergi haji dan cium tangan ibunya yang bukan Cina," timpalnya. Aku tersenyum, syukurlah ia tidak mudah terbawa arus kebanyakan.
Aku akui, pemikiran Meili memang sudah di depan. Bisa dibilang seperti ‘orang tua”. Ini diamini pula oleh guru-gurunya di TK dan SD. Meili kalau sudah nanya dan belum menemukan jawaban yang memuaskan, pasti tak berhenti bertanya. Tak hanya persoalan tentang dunia anak-anak saja, tetapi juga kesehatan, artis, politik bahkan persoalan di negeri ini selau ditanyakan ke aku. Beberapa waktu lalu ramai di TV disiarkan tentang Ahmad Fathonah yang digiring-giring polisi. Dia langsung minta penjelasan kepadaku arti korupsi dan mengapa bertentangan dengan hukum. Wahh, aku pun harus mencari-cari cara menjelaskan yang sesuai logikanya dengan berbagai analogi yang bisa diterima akalnya. Aku jelaskan intinya, korupsi itu "mengambil uang/barang yang bukan miliknya dengan cari "melebihkan" anggaran. Aku contohkan, Meili disuruh mama beli garam. Harga aslinya garam Rp 1000, ternyata Meili bilang Rp 2000 ke Mama.. Nah yang dilebihkan Rp1000 itu masuk ke kantong Meili, Itu adalah korupsi Meili. Lantas bagaimana dengan negara. Uang negara jadi abis karena diambilin koruptor dengan cara seperti itu. Dia mengangguk-ngangguk. Kemudian nyeletuk lagi “ Ahmad itu kan nama kecil Nabi Muhammad, dan Fathonah sifat rosul yaitu cerdas. Kok namanya bagus, kelakuannya jelek ya Mah..” Aduhh lagi-lagi aku tarik nafas nih..rada bingung menjelaskannya.
Begitu pun ketika kasus Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah ber-jas tahanan KPK, Meili langsung komentar : “Kok ibu itu berkerudung, korupsi juga..” Hmmm beginilah realitas yang terjadi di mata anak-anak. "Berkerudung kan hanya pakaiannya saja Meili. Perilakunya masih belum sesuai. Meili jangan begitu ya..Malu sebagai orang Islam !" ujarku agak miris juga ketika anak melihat kenyataan dan kontradiksi.
Meili memang tidak seperti anak kebanyakan. Dia suka menonton berita. Bak seorang guru, biasanya ketika nonton bareng mbahnya, Meili pasti “menerjemahkan”kembali pesan-pesan yang disampaikan penyiar. Hehehe menyangka mbahnya tidak mengerti (padahal mengerti). Debat kecil sering kudengar antara Meili dan Mbahnya dalam membahas suatu kasus.
Soal kepemimpinan non muslim tak luput dari keingintahuan Meili. Waktu itu dia masih mengaji di TPA. Guru ngajinya pernah bilang, umat Islam tidak boleh memilih pemimpin non Islam. Guru itu mencontohkan tentang DKI yang dilanda banjir besar dan lama beberapa waktu lalu disebabkan “hukuman Allah” karena umat Islam telah memilih pemimpin yang tidak jelas agamanya dan wakilnya non muslim pula. ..”Orang kafir-kristen masuk neraka” katanya menirukan ucapan gurunya. Hmm aku menarik nafas panjang. Melihat anak-anaku tumbuh dan berkembang, aku bersyukur pada Allah diberikan rezeki yang cukup sehingga bisa risain dari kantor dan bekerja di rumah. Hal-hal seperti inilah anak-anak butuh dampingan dan penjelasan berimbang. Sejak awal 2013 aku risain, Meili memang memberiku PR yang lumayan menantang.
Soal pemimpin non muslim dengan contoh Ahok, pelan-pelan aku jelaskan dari sisi nilai-nilai kemanusiaan. Aku bukan ahli tafsir Quran, dan pemahaaman agamaku juga sangat sedikit. Biasanya aku bertanya pada guru ngaji mingguanku. Alhamdulillah, aku punya guru ngaji yang bijaksana dan berpandangan terbuka. Beliau bilang, ‘Selama tujuannya muamalah dan tidak memusuhi Islam. Bahkan memang, orangnya baik dan terbukti amanah, apa yang harus dikhawatirkan. Kita hanya tidak boleh bekerja sama dalam urusan ibadah. Selain itu silahkan, kita bisa berteman dan bersahabat,”begitu penjelasan Ustazah Eti Nasrun, salah satu ustazah yang lumayan disegani di Perumahan Griya Alam Sentosa. Aku juga mengambil dari beberapa referensi. Salah satunya dari http://politik.kompasiana.com/2012/09/12/al-quran-membolehkan-pilih-pemimpin-non-muslim-492673.html
Dari artikel tersebut, aku tukilkan :
Syaikh Qaradhawi yang juga Ketua Persatuan Ulama Muslim Internasional, membagi orang Kafir atau Non-Muslim menjadi dua golongan :
Pertama, yaitu golongan yang berdamai dengan orang-orang Islam, tidak memerangi dan mengusir mereka dari negeri mereka. Terhadap golongan ini, umat Islam harus berbuat baik dan berbuat adil. Di antaranya memberikan hak-hak politik sebagai warga Negara, yang sama dengan warga Negara lainnya, sehingga mereka tidak merasa terasingkan sebagai sesama anak Ibu Pertiwi.
Sedangkan golongan kedua, adalah golongan yang memusuhi dan memerangi umat Islam, seperti orang-orang Non-Muslim Mekah pada masa permulaan Islam yang sering menindas, menyiksa dan mencelakakan umat Islam. Terhadap golongan ini, umat Islam diharamkan mengangkat mereka sebagai pemimpin atau teman setia.
Pendapat Syaikh Qaradhawi ini didasarkan pada Surat Al-Mumtahanah : 8, yang terjemahnya sebagai berikut:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari kampong halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
Meili tak lama mengaji di TPA ini. Alasannya bukan karena aku yang jujur sudah mulai agak khawatir, dengan doktrinisasi. Tetapi lebih ke soal waktu. Sejak kelas 3, dia berangkat ke sekolah pukul 6:30 dan pulang pukul 15:00 Wib. Istirahat sebentar untuk makan dan mandi. Pukul 16:00 sudah harus berangkat lagi mengaji. Sebelumnya ia mengaji di TPA lain ba’da Maghrib. Namun karena tergoda dengan ajakan teman sekelasnya untuk ngaji bareng di TPA lain, aku pun tak kuasa menolak keinginan tersebut. Apalagi TPA yang baru ini cukup banyak anak sehingga Meili bisa lebih banyak bergaul. Anakku termasuk kurang pergaulan. DI TPA yang sebelumnya, hanya beberapa gelintir anak saja yang mengaji. Waktunya juga terbatas. Jadi, biarlah menurutku dia pindah.
Sudah hampir setengah tahun Meili tidak mengaji di luar. Ba’da Maghrib aku mengajarinya mengaji dan hapalan hehehe sekalian menghapal bareng surat-surat Juz Amma. Saat-saat inilah biasanya dia bercerita banyak tentang kehidupan sekolahnya dan teman-teman bermainnya. Usai mengaji, istirahat sebentar baru kemudian belajar sampai pukul 21:00 wib. Tidak rutin juga. Kadang ada bolongnya, kalo aku ada meeting di luar hingga pulang larut malam. Atau aku yang letih suka tidur setelah Isya. Memang butuh energi ekstra mengajari anak.
Dengan adanya internet sangat membantuku ketika mengajari anak, jadi lebih mudah, langsung dihadapkan dengan contoh-contoh visual. Meili termasuk anak yang tidak suka membaca. Jadi sepenuhnya pengetahuan diperoleh dari mendengarkan penjelasan orang lain. Lucunya, setiap pengetahuan yang didapat dari aku pasti langsung ditransfernya ke mbahnya hehhe..Barra, adiknya (3 thn) juga suka menjadi obyek ceritanya. Bahkan tak jarang aku mendengar ketika bermain dengan teman-temannya Meili kerap menceritakan kembali hal-hal baru yang diketahui dari aku. Diantaranya tentang makamnya nabi Muhammad yang dia lihat di internet. Tentang jejak kapal Nabi Nuh, peristiwa keajaiban haji, misteri Candi Borubuddur dan sebagainya. Meili tipikal anak yang verbal kendati pendiam juga. Semoga Mama tetap sehat ya Meili. Biar bisa terus mendampingimu dalam menemukan jati dirimu. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas masukan dan komentarnya.