Hhahaa..ketawa dulu nih pembukaannya. Jujur, banyak sekali pertanyaannya ini ditujukan sejumlah teman yang langsung menuduh saya fanatis dan pemuja Jokowi, lantaran status FB saya sejak Pak Jokowi jadi Cagub DKI sampai sekarang menjelang pilpres mendukung beliau. Memang salah, saya mendukung Jokowi, lantas serta merta dibilang fanatis ? hehe ketawain aja deh.
Saya punya alasan sendiri mengapa memilih Jokowi jadi Gubernur DKI dan sekarang untuk menjadi presiden. Alasannya, karena jauh sebelum media mempopulerkan Jokowi, saya sudah mengetahui bagaimana kinerja beliau. Subhanallah, orang ini ditakdirkan di bumi Indonesia, dan dihadirkan pada saat yang tepat, krisis kepemimpinan dan moralitas pemimpin bangsa, khususnya.
Waktu itu tahun 2008, saya mengawali karir jurnalistik kembali, setelah 4 tahun tidak berkecimpung di dunia media. Hanya ini majalahnya tentang pariwisata, event, dan industri hospitality atau bekennya sekarang dengan istilah MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition/Event), VENUE namanya. Ga kenal ya ? heheh ya memang segmented banget sih. VENUE ditujukan bagi mereka yang ingin terjun di dunia event, dan pemerintah daerah yang ingin maju di dunia pariwisata. Dulu belum ada saingannya. Istilah MICE juga masih baru banget. Direktorat MICE-nya baru dibentuk tahun 2007, selang beberapa bulan dari majalah kami. Menciptakan mainstream baru tentang industri event. Ownernya Dyandra pula yang notabene penyelenggara event terbesar di tanah air.
Jadi, ini semacam majalah referensi MICE di tanah air, referensi bagaimana seharusnya pariwisata dikembangkan. Tujuannya, dunia pariwisata dan event bisa menjadi salah satu alternatif pendapatan negara selain dari sektor migas, pertanian, dan industri makro lainnya. Acuannya MICE bisa menjadi sumber utama pendapatan negara, bisa dilihat dari kisah sukses Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan kini Vietnam yang mulai unjuk gigi di bidang pariwisata dan MICE. Negara-negara ini demikian maju perekonomiannya dari kontribusi industri event (MICE) dan pariwisata.
Majalah kami terbit bulanan. Pada bulan September 2008, seperti biasa kami merencanakan meeting redaksi. Karena ini menyangkut event, maka saya mengusulkan tentang event konferensi di Solo yaitu Konferensi Internasional Kota-kota Warisan Dunia (World Heritage Cities Conference and Expo/WHCEE) pada 25-30 Oktober 2008 (kalau nggak salah, ada teman juga yang punya usulan sama). Event ini benar-benar membalalakkan mata dunia bahwa kota seluas 44,03 km2 itu berani menjadi tuan rumah acara bergengsi. Orang luar tahunya Yogyakarta. Solo ? hmmm ada di sebelah mana ?
Rupanya Solo telah menjadi bagian dari perkumpulan negara-negara yang memiliki warisan heritage. Daerah-daerah lain belum ada. Pak Walikotanya waktu itu Jokowi, inisiatif mengangkat Solo ke dunia internasional. Membangun Solo dari sektor pariwisata. Mengingat dari sisi pertanian dan sumber daya alam, Solo tidak begitu kaya dibanding daerah lain. Huff, tentu saja gebrakan Jokowi dengan mengharumkan Solo sebagai destinasi yang harus diperhitungkan di tanah air, membuat Yogyakarta yang udah seattled ketar-ketir.
Ada apa dengan Solo sebegitu berani ? Siapa Jokowi yang dibilang nekat tidak ada modal, tetapi sangat berani memboyong sekitar 1.000 delegasi yang terdiri dari para walikota se-Asia Pasifik, negara anggota United Cities and Local Government (UCLG) Euro-Asia ke Solo. Saingannya berat. Solo harus berhadapan dengan Rusia, Austria, Korea Selatan, dan Pakistan. Mau bayar pake apa ?
Kebetulan waktu itu Pemred Majalah Venue, Bapak Bambang Bujono adalah orang Solo. Heheh lumayan kesamber juga emosional kedaerahannya. Serta merta beliau langsung mengangkat usulan ini menjadi laporan utama. Pada waktu itu yang turun langsung liputan adalah redpel dan fotografer. Saya hanya membuat hotel-hotelnya saja di bagian liputan itu. Dari penggalian yang mendalam, kami menemukan emas Si Jokowi itu. Benar-benar brilian idenya membangun Solo. Dia merangkul semua komponen masyarakat terkait untuk menyukseskan acara tersebut. Hotel-hotel dan travel saling berkontribusi. Pemerintah hanya mengeluarkan uang sedikit sekali. Pihak swasta bahu membahu menjadi tuan rumah yang baik, berstandar internasional dengan rasa Solo.
Bukan hanya itu, terkuaklah dia bagaimana memanusiakan pedagang kaki lima dengan mengajak pindah ke pasar sebagaimana mestinya, tanpa keributan. Mengangkat pasar-pasar tradisional, mengangkat para seniman, menata kota, mempercantik Bandara Adi Soemarmo, dan sebagainya. Selama dua periode beliau memimpin Solo dengan reputasi mengagumkan. Belum lagi, kesederhanaan beliau dan merakyat. Dia mencintai rakyatnya, dan rakyat Solo pun mencintainya. Subhanallah.
Kami dua kali mengundang Pak Jokowi menjadi pembicara pada acara kami. Ide-idenya betul luar biasa, menginspirasi sejumlah daerah untuk berkembang seperti Solo. Semangat nasionalisme dan moralitas tinggi, ditunjukkan lewat perbuatan dan perbuatan. Jujur, saya belum lihat ada orang menyamai Jokowi pada waktu itu. Beliau tidak protokeler. Jika diundang ke Jakarta, hanya ditemani seorang asistennya. Tanpa pengawalan. Biasa sekali. Tidak ada mobil. Cuma naik taksi. Tidak minta macam-macam.
Majalah kami cukup sukses terserap pasar yang mengangkat tentang Jokowi ini. Bahkan majalah kami menjadi official magazine saat konferensi berlangsung. Hingga Kompas meliput, dan menyambung ke berbagai media. Sampai akhirnya PDIP melamarnya menjadi Gubernur. Excellent PDIP yang memang menurut saya tak begitu populer di kalangan pemilih terdidik, memilih Jokowi yang kemudian disandingkan dengan Ahok dari Gerindra. Mungkin ada maksud terselubung waktu itu, dengan suksesnya duet Jokowi-Ahok, otomatis akan melenggangkan Mega dan Prabowo nyapres lagi. Itu sinyalemen yang ditangkap oleh saya juga banyak orang.
Hhehe kondisi perpolitikan di tanah air berubah drastis. Bergairah maksimal hahahha. Eksotis sekali. Optimisme kencang bergemuruh. Terutama di hatiku. Karena dua tokoh ini luar biasa dedikasinya untuk bangsa. Cuma, seperti biasa ada pihak yang sensi tinggi lantaran Ahok adalah Cina dan Kristen. Wahhh betul-betul isu agama jadi makanan empuk untuk menyerang golongan nasionalis. Dan, Ahok seksi untuk meniupkan isu tendensius. hehe seru.
Alhasil Jokowi-Ahok menang dengan dua kali penyaringan dalam pemilu. Benar-benar menggembirakan saya waktu itu. Selama 15 bulan Jokowi mimpin Jakarta, hufff luar biasa juga serangannya dari pihak yang masih sakit hati kalah pemilu. Jokowi dan Ahok juga makin kompak menertibkan, mendisiplinkan dan memecat pejabat-pejabat DKI yang tidak amanah. Jokowi dengan gaya blungsukkannya. Ahok dengan diplomasinya dari meja ke meja, gerilya membereskan aparatur pemerintah DKI. Romantis.
Monorail yang sudah 20 tahun direncanakan, di jaman Jokowi baru direaliasasikan. Pasar Tanaabang yang terbilang keramat alias tak tersentuh penertiban..berhasil bersih dan indah di zaman Jokowi. Waduk-waduk dibersihkan bahkan waduk Pluit menjadi indah yang sepertinya tidak mungkin dibereskan dalam tempo singkat. Rusun-rusun dibangun. Penduduk yang tinggal di bantaran sungai berhasil dipindahkan ke rusun. Gorong-gorong di pusat kota diperdalam. Taman-taman dibangun, sampai masalah pengemis dan topeng monyet pun diurus..Jokowi rupanya tak hanya cinta rakyatnya, tetapi cinta binatang. Coba, bertahun-tahun topeng monyet ada, tidak ada yang berani menertibkan. Malah bisa dikatakan kita tidak ngeh (termasuk saya heheh yg suka dengan topeng monyet untuk menghibur anak saya).
Harapan saya waktu itu Jokowi bisa meng-khatamkan menjadi gubernur DKI untuk membuktikan pada lawan-lawan politiknya duet Jokowi-Ahok berhasil membangun DKI dan menjadi prototipe keberhasilan Indonesia membangun kota. DKI adalah ibu kota negara, sepantasnya ditata dan dikelola menjadi kota berstandar internasional. Masalah banjir dan kemacetan yang masih menjadi masalah klasik di DKI, masih setengah jalan. Ditambah fenomena alam yang menunjukkan kelabilannya. Banjir terus menerus sehingga membuat orang-orang di bantaran sungai benar-benar lelah. Hehhe tapi tetap betah.
Parpol lain sudah demikian agresif mencalonkan capres-capresnya. Ada yang memikat hati saya. Tapi langsung hilang ketika mengetahui dia berbuat tidak baik. Jujur. saya berniat golput. Tidak ada partai dan capres yang bisa saya percayai. Apalagi dengan parpol Islam yang saya percayai dulu...bikin mual outputnya.
Sampai pada akhirnya, PDIP sekonyong-konyong menaikkan Jokowi dari capresnya. Wahhh saya langsung terperangah.. Ada rasa kecewa pada Jokowi yang mau saja dicalonkan. Padahal dia waktu itu sama sekali bilang : ga mikir, ga mikir, ga mikir...karena mau fokus benahi Jakarta. Tetapi, ya namanya politik, tentu PDIP punya kepentingan. Dan, harus diakui memang Jokowi seolah menjadi umpan untuk mendongkrak suara PDIP. Dasar politik, banyak kepentingan.
Namun kemudian, dibalik kepentingan-kepentingan PDIP, saya mencoba melihat sisi lain. Positifnya, dan idealisme saya sebagai warga negara yang miris melihat kondisi bangsa ini. Hingga akhirnya saya mantab memilih Jokowi menjadi capres. Bismillah.
Bukan main di sosial media dan media massa menyerang bapak kerempeng ini. Barisan pihak parpol non Islam (Parpol Islam juga banyak) menyerang dengan isu Jokowi tidak bisa dipercaya. Jokowi penuh pencitraan palsu, Jokowi Pembohong, Jokowi Maruk Kekuasaan, Jokowi Boneka PDIP,. Malah ada yang sampai ingin mempidanakan Jokowi karena tidak becus alias tidak selesai memimpin DKI. hhhaaaha
Barisan parpol Islam pun tak kalah seru. Apalagi kalau bukan isu agama dijadikan serangan. Ayat-ayat kafir keluar. Ayat-ayat munafik keluar. Belum lagi isu Jokowi adalah antek Yahudi. Wahh luar biasa hujatan demi hujatan bertubi menyerang Jokowi. Tetapi dasar Jokowi, dia sama sekali tidak menanggapi. Santai dia jawab dengan bijak : Ga usah direspon, rakyat sudah pintar. Ga usah dipikir berat-berat. Bagi yang senang silahkan, yang ngga juga silahkan..benar-benar orang ini sabar sekali.
Bagai memiliki energi besar, tak henti saya berstatus di FB, mengajak teman-teman yang menghujat untuk berfikir jernih, melihat dari hati, melihat bukti, dan sebagainya. huff melelahkan memang, tapi senang.
Teman-teman aktivis muslim pun mungkin terkaget-kaget dengan sikap politik saya. Mereka mulai sinis. hhehe mengklaim saya memuja dan fanatis. Saya sampai bingung, apakah kalau kita memilih itu dibilang fanatis dan memuja. Sepertinya logika bahasa sudah amburadul. Atau mungkin teman-teman tersebut tidak tahu istilah fanatis. Baiklah saya coba definisikan.
Fanatisme menurut Wikipedia dan sejumlah sumber lain adalah :
" Fanatisme
adalah suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau
yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan
kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah"
"Menurut definisinya, fanatisme biasanya tidak rasional atau keyakinan seseorang
yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima
faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat
menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan individu yang
mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya"
Saya mencoba untuk bercermin, apakah benar saya memuja. Kalau memang benar, apa salah saya memuja orang baik kinerjanya, heheh ya saya juga gak mau minta-minta pembenaran. Negeri ini krisis pemimin yang baik. Giliran ada dan di depan mata, orang malah tidak bisa mengapresiasi. Kritik boleh, tetapi kalau dengan tuduhan yang nggak boten-boten seperti antek Yahudi dan lain-lain tanpa bukti valid. hehe jujur nggak laku kritikan model gini. Apalagi ada juga yang kritik, Jokowi tidak berhasil mengatasi macet dan banjir.
Lah, pake logika aja bro. Banjiir dan macet itu udah menjadi makanan di DKI bertahun-tahun. Memang, Jokowi-Ahok itu tukang sulap, dalam sekejab mengatasi banjir dan macet. Gubernur sebelumnya juga tidak becus mengatasi banjir. Tetapi tidak digugat..Apalagi di tengah Jokowi giat mengatasi macet ibu kota, ehhehh Indonesia diterjang kebijakan banjir mobil murah.. Hmmm benar-benar kontra produktif. Gubernur-gubernur DKI lainnya juga belum becus mengatasi banjir, malah mewariskan sistem akut pembuat banjir dan macet. Dan serta merta kesalahan itu dilimpahkan ke Jokowi-Ahok...aduhhhh..kasian banget orang-orang ini. Jokowi menyentujui cara menabur garam di langit untuk memindahkan hujan dari Jakarta ke daerah lain, dikritik habis-habisan dibilang menantang Tuhan.
Sekali lagi, saya tidak mengharamkan kritik. Kritiklah sebanyak-banyaklah yang membangun dan kondusif biar jadi kontrol bagi pemerintah DKI. Sekarang masyarakat sudah cerdas, sudah bisa memilih dan menimbang terhadap isu-isu yang tidak jelas juntrungannya.
Lantas soal fanatis atau fanatik yang cenderung memiki definisi negatif berbuat kerusakan, hmm rasanya saya jauh dari itu. Saya masih berfikir rasional. Melihat orang utuh antara kekurangan dan kelebihannya. Melihat Jokowi dari kelebihan dan kekurangannya.
Pada akhirnya saya ketawa lagi hahahah kok orang cetek banget mikirnya dan serta merta gampang mengeluarkan kata-kata yang tidak tepat penggunaannya. Kalau memang tidak suka dengan Jokowi, mending kampanye tentang kesuksesan partai atau calonnya saja, nggak usah sampai menghujat tanpa bukti cukup apalagi bawa-bawa agama. Ini politik sobat..banyak intrik. Kalian mengobral hujatan, ehhh di atas sana nanti pada kompromi alias koalisi dengan parpol orag orang yang dihujat, Nah lohh...gimana tuh ? masa menjilat ludah sendiri..hahahah..Oke..selamat memilih sobats !