Pagi ini Alhamdulillah Allah memberikan kesempatan menghirup udara Idul Adha. Alhamdulillah, masih diberikan amanah juga menyisihkan rejeki untuk berqurban yang terus kami upayakan menjadi rutin tiap tahunnya. Alhamdulillah, selalu dimudahkan segala niat dan upaya yang memang difokuskan untuk menyempurnakan amal.
Tetapi, ada yang aneh pada hari Idul Adha ini. Aku sama sekali tak tertarik untuk menyaksikan penyembelihan hewan qurbanku. Suami pun begitu. Hanya menengok sapinya sebentar, kemudian tak kembali lagi. Dipanggil-panggil cukup lama, sampai panitia kurban menyerah. Sedangkan anak-anakku, sedari pagi sudah absen menyaksikan prosesi penyembelihan. 'Kok ayah ga datang sih. Tadi udah dipanggil-panggil.? ujar Meili, sulungku. Suamiku hanya tersenyum. 'Emang udah disembelih sapinya ?". Udah...
Aku di rumah asyik menonton film Bulan Terbelah di Langit Amerika bersama ibu. Barra, si bungsu sudah pulang. Mencuci kakinya sendiri yang kena percikan darah qurban. 'Dah selesai De, qurbannya ? tanyaku sambil membantu mencuci kaki dan menggantikan stelan kokonya yang basah. "Udah ma. Barra mengambil android sebentar, bermain mobil-mobilan. Nggak lama, teman-temannya memanggil, dan Barra pun ngeloyor pergi.
Hari ini, kami tak menyiapkan sesuatu yang spesial. Tetangga sudah berisik, sejumlah sembako naik berkali lipat. Ibu dan aku menanggapinya biasa saja. Ya, karena kami memang tak menyiapkan apa-apa,Kecuali bumbu untuk nyemur. Hheheh..biasanya panitia qurban memberikan sedikut hewan qurban bagi yang berqurban.
Di kamar, aku berdiskusi santai dengan suami tentang hewan qurban. Aku mengungkapkan kegelisahanku. Sebenarnya, aku tak tertarik berqurban di lingkunganku. Sudah lama aku ingin berqurban ke daerah yang jauh. Tinggal transfer saja, dan diserahkan penuh ke pengelola yang menyulap daging qurban menjadi kornet atau apalah.
Rasanya susah sekali menghilangkan perasaan berqurban karena "rasa tidak enak".Ya, jujur aku berqurban, sepertinya ada rasa terselip tidak enak. Panitia kurban sudah melisting kami sebagai calon peng-qurban rutin. Jadi, kami selalu ditagih janji, kapan bisa menyetor uang qurban. Kata ibuku yang jaga rumah, beberapa kali Bapak A ke rumah, meminta kesediaan qurban ketika aku dan suami tidak berada di rumah. Kalau dihitung, ada 5 kali. Hmm...jadi merepotkan orang. Hingga akhirnya, aku dan suami memutuskan ya sudahlah kita berqurban di sini aja. 'Nggak enak bapak A ke sini mulu. Rejekinya belum bisa dibagi di tempat lain. Mungkin tahun depan, semoga bisa lebih banyak berbagi di tempat lain.
Ada beberapa alasan, aku enggan berqurban di lingkungan rumahku. Sama halnya ketika aku enggan memberikan "penganan" berbuka puasa untuk musholla di lingkunganku. Ohh Ya Allah maafkan aku. Tiap tahun, setiap kepala di bulan puasa diminta menyetorkan takjil berbuka. Kami selalu bersemangat menyiapkannya. Tapi ketika kami resapi, ternyata tajil yang kami siapkan tidak "memberi makan" orang yang susah. Yang makan, hanya pengurus mushollah yang notabene berkemampuan. Bahkan, tak jarang, takjil bersisa banyak, teronggok membisu di sudut musholla. Miris sekali.
Padahal makna takjil itu adalah "menyegarakan" berbuka, berupa penganan kecil untuk menyegarakan berbuka. Efektifnya diberikan di pinggir-pinggir jalan raya dimana membantu orang berbuka puasa di saat sedang berkendara termina, stasiun. Atau mesjid-mesjid yang mengundang orang tak mampu atau anak-anak yatim melepas dahaga dan menghibur rasa lapar mereka dengan penganan yang enak. Tetapi tidak jarang pula, takjil jadi bermakna politik. Karena plastiknya berstempel partai atau tokoh tertentu. Hmm...apalah itu...
Tetapi, takjil di lingkunganku, hanya untuk orang yang itu-itu saja, pengurus mesjid atau warga sekitar yang terkategori mampu. Warga komplek membangun mushola kecil di tengah perumahan. Pengurus mesjidnya memang aktif. Tapi, kok rasanya ada yang kurang pas saja ketika takjil yang makan dia lagi-dia lagi. Ahh...rasa ini jadi tak rela. Hmm...buru-buru aku hempaskan rasa itu, dan meluruskan niat..Anggapkan memberikan takjil itu untuk silaturahmi, mempererat hubungan antar tetangga.
Perasaan ini kembali berkecamuk saat qurban. Daging hewan qurban didistribusikan didominasi untuk masyarakat sekitar. Setiap kepala keluarga, bisa dipastikan mendapatkan 2-3 kantong daging. Belum lagi kalau ada yang kebagian tugas jagal, tetangga terdekat suka juga diberikan. Hmm...berlimpah ruahlah daging-daging kurban. Sampai aku miris, apakah masyrakat yang tidak mampu turut kebagian? aku liat di televisi, masyarakat rela berdesak-desakan demi memperoleh sekantong daging. Bahkan ada yang sampai tergenjet dan pingsan. Sementara di perumahanku berlimpah daging qurban. Dimana-mana tercium aroma bakaran sate. Ini yang membuat gelisah hatiku.
Belum lagi soal penyembelihan. Aku tak kuasa lagi melihat. Pernah suatu kali aku menyaksikan seekor kambing yang menangis kencang tak mau disembilih. Memang pemandangan yang terasa mengerikan. Hewan qurban dijagal menunggu antrian. Satu per satu, sapi dan kambing dikerek. Di depan mata mereka, temannya disembilih. Padahal seharusnya, saat temannya disembilih, usahakan hewan lain tak boleh melihat. Tidak jarang juga, badan sapi atau kambing dijatuhkan paksa dalam keadaan terikat tak berdaya. Malah tadi aku melihat di televisi ditayangkan sapi yang sudah terpotong kepalanya, tiba-tiba bangun dan berlari, menjadi tontonan dan tertawaan orang sekitar. Astagfirullah. Ga tega aku.
Yang pernah aku tahu, sapi wagyu ketika disembilih benar-benar dibuat terhibur agar tidak stress. Diajak berjalan-jalan dalam jalan setapak aAku sampai tak bisa berkata-kata lagi saat mendampingi anakku menyaksikan penyembelihan. Mulai ada rasa tidak rela hewan-hewan itu diperlakukan kurang layak. Memang benar, suatu urusan harus diserahkan pada ahlinya. Termasuk soal penyembelihan, harus ditangani oleh ahlinya. Makanya pernah Gubernur DKI Jakarta, Ahok sempat penertiban penyembelihan di kampung-kampung, sekolah, dan penjualan hewan qurban di pinggir jalan. Kemudian langkah penertiban oleh Ahok mendapatkan reaksi keras dari sejumlah pihak. Hmm tak jelas gimana kabarnya sekarang. Yang pasti, penertiban oleh Ahok tidak berjalan maksimal. Sekarang malah lagi rame, penolakan hewan qurban dari Ahok hehehe..dan demo jemaah haji tolak Ahok.
Aku cuma berharap, semoga pemerintah bisa memberikan solusi untuk hewan qurban. Dan, sesungguhnya PR berqurban itu adalah kita bisa menyembilih "hawa nafsu". Bagaimana dengan kamu...?